KABUL, KOMPAS.TV - Gul Agha Jalali biasa menghabiskan malamnya dengan menanam bom, berharap menargetkan tentara pemerintah Afghanistan atau, lebih baik lagi, seorang prajurit asing.
Saat ini, anggota Taliban berusia 23 tahun itu sedang belajar bahasa Inggris dan mengikuti kursus ilmu komputer di ibu kota, Kabul.
“Ketika negara kami diduduki oleh orang-orang kafir, kami membutuhkan bom, mortir, dan senjata api,” kata Jalali, seorang pegawai di Kementerian Transportasi dan Penerbangan Sipil.
"Sekarang ada kebutuhan yang lebih besar untuk pendidikan," katanya seperti dikutip Straits Times, Kamis, (11/8/2022)
Sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus tahun lalu, ratusan personil Taliban telah kembali ke sekolah, baik sendiri atau didorong oleh komandan mereka.
Kata "Taliban" sebenarnya berarti "mahasiswa" dalam bahasa Arab, dan nama gerakan Islam garis keras itu berasal dari sekolah-sekolah agama di Afghanistan selatan yang muncul pada 1990-an.
Sebagian besar pejuang Taliban dididik di madrasah ini, di mana pelajaran mereka sebagian besar terbatas pada Alquran dan tema-tema Islam lainnya.
Baca Juga: Taliban Minta Tajikistan dan Uzbekistan Kembalikan Helikopter Afghanistan yang Diambil Tahun Lalu
Banyak ulama konservatif Afghanistan, khususnya di kalangan Taliban, skeptis terhadap pendidikan yang lebih modern, selain dari mata pelajaran yang dapat diterapkan secara praktis, seperti teknik atau kedokteran.
"Dunia ini berkembang, kita membutuhkan teknologi dan pengembangan," kata Jalali, yang tugasnya menanam bom selama lima tahun terakhir tetapi sekarang berada di antara belasan personil Taliban yang mempelajari komputer di kementerian transportasi.
Mujahidin yang termotivasi, itulah mereka dipanggil. Keinginan personil seperti Jalali untuk kembali ke sekolah menunjukkan warga Afghanistan mendambakan pendidikan, kata juru bicara pemerintah Bilal Karimi.
"Banyak mujahidin yang termotivasi dan belum menyelesaikan studi, mereka berusaha menjangkau lembaga pendidikan dan sekarang mempelajari kursus favorit mereka," katanya seperti dilaporkan Straits Times.
Tetapi pendidikan adalah masalah yang sangat bermasalah di negara itu, dimana remaja perempuan tingkat sekolah menengah dilarang bersekolah sejak Taliban kembali berkuasa, dan tidak ada tanda-tanda mereka diizinkan kembali bersekolah meskipun ada janji dari beberapa pemimpin Taliban.
Sementara kurikulum sebelumnya sebagian besar tetap sama, studi tentang musik dan patung dihapus di sekolah dan universitas, yang saat ini kekurangan guru dan dosen menyusul eksodus elit berpendidikan Afghanistan.
Tapi beberapa mahasiswa Taliban, seperti Jalali, punya rencana besar.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.