JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia akan mengirimkan proposal yang disebut sebagai "Indonesian Paper" ke Konferensi Peninjauan Traktat Nonprofliferasi Nuklir (NPT Revcon) ke-10 yang digelar di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada 1-26 Agustus 2022.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tri Tharyat mengungkapkan, pengiriman working paper berjudul "Nuclear Naval Propulsion" tersebut sebagai pembangun kesadaran atas potensi risiko nuklir.
"Tujuan utama usulan ini adalah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia dan kemanusiaan," tutur Tri dikutip dari siaran pers Kemlu, Minggu (31/7/2022).
Pengiriman proposal ini untuk menyikapi pro dan kontra terkait perkembangan program kapal selam bertenaga nuklir.
Negara pengusung mengungkapkan, program ini sejalan dengan perjanjian internasional seperti Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Traktat Nonproliferasi Nuklir.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia dan Polisi Kamboja Kembali Selamatkan 7 WNI dari Kejahatan Perdagangan Manusia
Namun negara penentang menganggap program itu merupakan pelanggaran komitmen NPT dan membuka peluang negara pemilik nuklir berkolusi.
"Risiko program ini tidaklah kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kebocoran nuklir saat transportasi, perawatan, penggunaan, serta pencemaran lingkungan akibat radiasi nuklir yang membahayakan manusia dan sumber daya laut," kata Tri.
Material nuklir yang digunakan dalam kapal selam militer juga rentan untuk diselewengkan menjadi senjata.
Jika tidak diatur dengan ketat, kegiatan ini akan menjadi preseden yang justru akan mendorong proliferasi senjata nuklir.
Baca Juga: Jokowi dan Presiden Korsel Sorot Ancaman Nuklir Korea Utara, Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi
Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menambah tingkat kerentanan atas potensi risiko tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Hak Asasi dan Kemanusiaan di Kementerian Luar Negeri (Dirham Kemlu) RI Achsanul Habib menjelaskan terdapat celah dalam perjanjian NPT.
"Kita mengajukan working paper karena kita melihat ada celah-celah aturan yang belum diisi oleh rezim NPT," kata Habib kepada KOMPAS TV, Jumat (29/7/2022) malam.
Celah aturan itu, menurutnya, bisa membahayakan negara-negara yang tak menggunakan nuklir sebagai senjata.
Baca Juga: Kapal Induk Terbaru India INS Vikrant Betot Perhatian China, Berbobot 45.000 Ton dan Panjang 262 M
"Misalnya, bagaimana negara-negara non-senjata nuklir atau teknologi nuklir, dapat dilindungi apabila ada transportasi atau material yang mengandung uranium atau material berbahan baku nuklir lainnya," ungkap Habib.
"Sewaktu-waktu dapat menjadi accident atau kecelakaan, membahayakan bagi negara-negara yang dilalui transportasi material nuklir tersebut," imbuhnya.
Indeks Laporan: Indonesia Kirim Working Paper ke PBB Terkait Kapal Selam Nuklir
Baca Juga: Riset SIPRI: Jumlah Senjata Nuklir Dunia akan Melonjak (I)
Baca Juga: Asia Tenggara "Dikepung" Negara-Negara Bersenjata Nuklir (II)
Baca Juga: PBB Tinjau Ulang Traktat Nonproliferasi Nuklir, Indonesia Ikut Ambil Peran Vital (III)
Baca Juga: Ada Celah dalam Traktat Nonproliferasi Nuklir, Indonesia Kirim Working Paper ke PBB (IV)
Baca Juga: Draft Lengkap Working Paper Indonesia untuk NPT Revcon di Markas PBB Mulai Agustus 2022 (V)
Baca Juga: Media Australia Sebut Working Paper Indonesia Terkait dengan Pakta Militer AUKUS (VI)
Baca Juga: Kemlu RI Tepis Kabar Media Australia soal Working Papper Ditujukan untuk Pakta Militer AUKUS (VII)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.