YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe dibunuh Tetsuya Yamagami di Nara pada Jumat (8/7/2022).
Yamagami mengaku nekat membunuh politikus senior itu dengan cara ditembak dari jarak dekat karena Abe dianggapnya kerap membantu suatu gerakan keagamaan.
Yamagami dilaporkan tak terima karena ibunya bergabung dengan gerakan keagamaan yang juga disokong Abe tersebut.
Pada Sabtu (9/7), media Jepang Gendai Business melaporkan gerakan keagamaan yang dimaksud Yamagami adalah Gereja Unifikasi. Gerakan ini didirikan oleh Sun Myung Moon, pemimpin religius asal Korea Selatan yang mengaku-aku sebagai juru selamat.
Baca Juga: Antisipasi Kejadian Shinzo Abe Terulang Kembali, Jepang Perketat Aturan Kepemilikan Senjata Api
Di lain sisi, Gereja Unifikasi bukanlah satu-satunya kultus yang terkait dengan Abe. Mendiang Abe juga dilaporkan menjadi pentolan Nippon Kaigi (Konferensi Jepang), kultus Shinto ultranasionalis yang juga dikenal sebagai kelompok sayap kanan terbesar di Jepang.
Menurut laporan Daily Beast, jejak kultus Nippon Kaigi bisa dilacak hingga 1970-an. Per 2020, anggotanya diperkirakan mencapai 38.000-40.000 orang.
Meskipun besaran anggotanya relatif sedang, Nippon Kaigi punya anggota-anggota berpengaruh dalam tatanan kekuasaan Jepang. Salah satunya adalah Shinzo Abe.
Abe menjabat pos perdana menteri pada 2006-2007 serta 2012-2020. Ia merupakan perdana menteri dengan masa jabatan terlama sepanjang sejarah Jepang.
Selain Abe, banyak politikus Partai Demokrat Liberal (LDP) yang diketahui sebagai anggota Nippon Kaigi. LDP merupakan partai berkuasa yang menyokong perdana menteri saat ini, Fumio Kishida.
Menurut penelusuran Daily Beast, embrio Nippon Kaigi berasal dari kelompok Shinto liberal bernama Seicho No Ie pada awal 1970-an.
Pada 1974, sempalan Seicho No Ie bergabung dengan Nippon o Mamoru Kai, sebuah gerakan revivalisme Shinto yang mengampanyekan patriotism dan penyembahan a la Kekaisaran Jepang.
Baca Juga: Shinzo Abe, Super Mario, dan Olimpiade Tokyo 2020 yang Sempat Tertunda
Nippon Kaigi secara resmi terbentuk pada Mei 1997, ketika Nippon o Mamoru Kai dan sekelompok intelektual sayap kanan menyatukan kekuatan.
Menurut laporan Daily Beast, diyakini bahwa tujuan kultus Nippon Kaigi saat ini adalah mengubah konstitusi pasifis Jepang yang dibuat pasca-Perang Dunia Kedua, mengakhiri kesetaraan gender, mengusir “orang asing”, menggembosi perlindungan hak asasi manusia, serta mengembalikan Jepang ke “masa jaya Kekaisaran.”
Bagaimana seorang Shinzo Abe bisa menjadi pentolan Nippon Kaigi bisa dilacak dari riwayat keluarga yang membentuk pandangan politiknya.
Abe, politikus generasi ketiga dalam keluarganya, adalah cucu dari Nobusuke Kishi, menteri amunisi Jepang selama Perang Dunia Kedua. Kishi ditangkap sebagai penjahat perang pada 1945, tetapi kemudian menjadi perdana menteri pada 1950-an.
Sebagai politikus, Shinzo Abe dikenal sebagai nasionalis teguh dan seorang revisionis historis. Ikatannya dengan Nippon Kaigi diyakini terjalin sejak 1990-an.
Abe memiliki irisan pandangan politik yang selaras dengan Nippon Kaigi. Pentolan LDP ini secara terbuka menyebut amandemen konstitusi anti-perang Jepang adalah tujuan hidupnya.
Hal tersebut pernah diungkapkannya ketika diwawancara Nikkei Asian Review pada 2014.
“Partai saya, Partai Liberal Demokrat (LDP), telah mengadvokasi amandemen konstitusi kita sejak pembentukannya hampir 60 tahun lalu,” kata Abe kepada Nikkei Asian Review via Daily Beast.
Konstitusi Jepang sendiri bisa diamandemen apabila disetujui dua pertiga majelis rendah dan majelis tinggi Diet (parlemen Jepang).
Hingga kini, LDP pun masih terus mendorong upaya amandemen konstitusi. Namun, belum diketahui apakah Fumio Kishida berpihak pada rencana ini.
Baca Juga: Jepang Punya Kontrol Senjata Ketat dan Tingkat Kriminalitas Rendah, Kenapa Shinzo Abe Ditembak Mati?
Sebagai perdana menteri yang tengah menjabat, Kishida dikenal berpihak kepada kelompok sayap kanan. Alasannya? Kishida juga merupakan anggota Nippon Kaigi.
Ketika pemilu 2017 lalu, saat Abe terpilih sebagai perdana menteri, Asahi Shimbun dan media independen Jepang lain menyebut kampanye LDP dan mitra politiknya memuat agenda terselubung.
Koalisi LDP diyakini akan memburu amandemen konstitusi, tetapi tidak menyinggungnya dalam kampanye pemilu.
Sebagai dalih, koalisi LDP mengampanyekan “Abenomics.” Abenomics adalah istilah yang merujuk kebijakan ekonomi yang dijanjikan Shinzo Abe sejak 2012 silam.
Abenomics adalah kebijakan yang didasarkan pada “tiga arah”, yakni stimulus fiskal, pelonggaran moneter, serta refromasi struktural. Kebijakan ini diharapkan bisa merevitalisasi ekonomi Jepang.
Akan tetapi, agenda terselubung amandemen konstitusi tidak dilewatkan oleh pengamat dan oposisi. Pada 2017 silam, lawan politik LDP, koalisi Partai Demokratik Jepang (DPJ) mengampanyekan isu yang jelas mereka menangkan: ikrar untuk mencegah amandemen konstitusi.
“Di bawah pemerintahan Abe, hak asasi manusia seperti kebebasan berpendapat dan hak publik untuk mengakses informasi secara bebas (tentang pemerintah) terancam. Pasifisme konstitusi (Jepang) akan dihancurkan,” kata Katsuya Okada, pemimpin DPJ waktu itu.
Baca Juga: Profil Eks PM Jepang Shinzo Abe: Jabat Paling Lama, Lahirkan Konsep Ekonomi 'Abenomics'
Sementara itu, pakar politik Jepang di Universitas Sophia Tokyo, Profesor Koichi Nakano, menyebut Abenomics sekadar “pengemasan-ulang” nasionalisme versi Shinzo Abe.
“Abenomics adalah cara sederhana mengemas-ulang nasionalisme Abe sebagai sesuatu yang seksi sehingga dia bisa kembali ke kekuasaan,” kata Nakano.
“Abe menggunakan taktik yang sama dalam dua pemilihan sebelumnya sejak 2012, menekankan bahwa pemilihan ini tentang ekonomi dan melakukan apa yang sejak awal diniatkannya setelah pemilu berakhir.”
“Dia melakukan itu dengan meloloskan UU Rahasia Negara dan lalu UU Keamanan yang ditentang berbagai pihak setelah pemilihan cepat pada Desember 2014.”
“Mungkin dia (Shinzo Abe) mendapatkan nasihat dari wakil perdana menterinya yang sekali waktu menyebut LDP harus belajar dari Nazi tentang bagaimana mengubah konstitusi secara diam-diam,” pungkas Nakano.
Menurut laporan Asahi Shimbun dan media-media independen Jepang lain, tawaran amandemen konstitusi oleh LDP erat dipengaruhi oleh Nippon Kaigi.
Tawaran amandemen itu akan menghapus Pasal 9 yang melarang Jepang berperang dengan negara lain sebagai cara menyelesaikan sengketa internasional.
Amandemen juga akan membatasi kebebasan berpendapat, merenggut kebebasan bersuara masyarakat dengan dalih “bertentangan dengan kepentingan umum.”
Baca Juga: Berasal dari Keluarga Politikus 3 Generasi, Shinzo Abe Menjabat PM Jepang Termuda dan Terlama
LDP berargumen bahwa amandemen diperlukan mengingat ancaman China dan membebaskan Jepang dari “rezim pasca-perang.”
Setsu Kobayashi, pakar konstitusi Jepang yang juga bekas anggota Nippon Kaigi, menyebut kultus ini dan LDP memiliki keyakinan yang sama.
“Mereka tidak bisa menerima kenyataan bahwa Jepang kalah dalam perang (Perang Dunia Kedua),” kata Kobayashi.
Lebih lanjut, Kobayashi menyatakan bahwa Nippon Kaigi berupaya mengembalikan konstitusi sesuai era Meiji (1868-1912). Ia menyebut sebagian anggota Nippon Kaigi adalah keturunan orang-orang yang memulai aksi ofensif Jepang selama Perang Dunia Kedua.
Ideologi Shinzo Abe, LDP, dan Nippon Kaigi jarang disorot media hingga penerbitan sebuah buku pada Mei 2017. Buku itu berjudul Nippon Kaigi no Kenkyu (Penelitian terhadap Konferensi Jepang), tulisan jurnalis Tamotsu Sugano yang terbit pada 30 April 2017.
Baca Juga: Pelaku Penembakan Shinzo Abe Diduga Lone Wolf, Disebut Kerap Pindah Kerja dan Tak Punya Teman
Buku Sugano mengungkapkan, jejaring Nippon Kaigi menguasai kabinet bentukan Shinzo Abe waktu itu.
Terbitnya buku Sugano rupanya membuat Nippon Kaigi berang. Mereka menuntut penerbit Nippon Kaigi no Kenkyu menarik peredaran buku tersebut pada 2017.
Meskipun demikian, pihak penerbit tetap mencetak buku Sugano walau diancam. Buku ini kemudian terjual 8.000 eksemplar pada cetakan pertama hingga melampaui 126.000 eksemplar pada cetakan keempat.
Buku Sugano pun disebut-sebut membuat Nippon Kaigi beserta perannya terlihat jelas bagi masyarakat Jepang. Sugano sendiri mengaku lega bahwa bukunya tentang Nippon Kaigi mendapatkan perhatian luas.
Salah satu temuan Sugano adalah Nippon Kaigi menggunakan neto-uyo, semacam pendengung (buzzer) yang menyerang siapa pun di internet yang dianggap menyorot Jepang secara negatif. Mereka juga menggunakan intelektual dan politikus untuk memengaruhi opini publik Jepang.
Selain mengampanyekan pandangan politik sayap kanan, Sugano juga menyebut Nippon Kaigi berperan penting dalam kebangkitan karier politik Shinzo Abe.
Karier politik Abe sempat mandek gara-gara pengunduran dirinya dari pos perdana menteri secara mendadak pada 2007.
Setelah itu, Shinzo Abe sukses menjadi perdana menteri dengan jabatan terlama di Jepang. Ia pun menjadi politikus berpengaruh selepas melepaskan jabatan perdana menteri hingga kematiannya pada 8 Juli 2022.
Baca Juga: Pembunuh Shinzo Abe Dendam dengan Suatu Organisasi, Mengira Eks PM Jepang Itu Anggotanya
Sumber : Kompas TV/Daily Beast
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.