TOKYO, KOMPAS.TV – Meski dikenal sebagai perdana menteri Jepang dengan periode terpanjang, Shinzo Abe mungkin justru menikmati momen terbesar dalam hidupnya saat upacara penutupan Olimpiade Rio de Janeiro, di hadapan 70.000 penonton di stadion Maracana, Brasil, 2016.
Dalam video yang kini beredar luas di media sosial itu, Abe digambarkan terlambat datang untuk menghadiri upacara serah terima. Lalu, sang perdana menteri Jepang itu tiba-tiba muncul di panggung utama di Rio, disambut aplaus meriah hadirin, dalam balutan kostum Super Mario, tokoh tukang pipa Italia yang kondang dalam video gim Nintendo.
Abe lalu melepas dan melambaikan topi merahnya, yang bertuliskan TOKYO, tempat Olimpiade selanjutnya bakal digelar.
Baca Juga: Kisah Cinta Shinzo Abe dan Akie Abe, yang Kini Nelangsa Sendiri
Abe meninggal dunia pada Jumat (8/7/2022) setelah ditembak saat berpidato di kota Nara di barat Jepang.
Sejak awal, Abe giat mendorong Olimpiade Tokyo. Ia masih tetap membantu event besar nan bergengsi itu tetap berjalan di jalurnya usai ditunda selama setahun gara-gara pandemi Covid-19.
Abe berada di Buenos Aires, Argentina, pada 2013, duduk di barisan depan aula hotel saat Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Jacques Rogge membuka amplop, dan menyebut Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade 2020. Dikelilingi anggota delegasi Jepang, Abe melompat dari kursinya, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, dan melambaikan bendera berhias logo komite Olimpiade Tokyo.
Abe dan Jepang terus mendorong terlaksananya Olimpiade dengan motto “a safe pair of hands”, yang kurang lebih berarti seseorang yang dapat dipercaya untuk menunaikan tanggung jawab. Motto ini digaungkan di tengah hujan kritik pada persiapan Olimpiade Musim Dingin 2014 di Sochi, Rusia dan Olimpiade Rio 2016 di Brasil.
Ironisnya, tudingan korupsi juga membayangi persiapan Olimpiade Tokyo.
Dan sosok Abe lah yang, pada pidato penutupan IOC sebelum pemilihan tuan rumah selanjutnya di Buenos Aires, meyakinkan para anggota bahwa bencana nuklir Fukushima – yang terjadi pada 2011 – ‘aman terkendali’.
Kendati begitu, faktanya tidaklah demikian. Kawasan timur-laut Jepang itu masih bergulat untuk pulih, meski satu dekade telah berlalu sejak tragedi itu. Banyak kalangan di kawasan itu yang justru merasa, Olimpiade justru memperlambat, dan bukannya mempercepat pemulihan.
Tokyo mengalahkan Istanbul dengan perolehan suara 60-36 dalam putaran final pemilihan rahasia pada 2013. Madrid tereliminasi pada pemungutan suara putaran pertama.
Dan sosok Abe jualah, bersama Presiden IOC Thomas Bach, yang akhirnya memutuskan pada Maret 2020 untuk menunda Olimpiade di tengah hantaman gelombang kematian Covid-19.
Dalam pernyataan pada Jumat (8/7), Bach menyebut bahwa Olimpiade yang tertunda itu tetap berlanjut, hanya karena Abe.
“Hanya visi, tekad, dan ketergantungannya yang memungkinkan kami mengambil keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menunda Olimpiade Tokyo 2020,” tutur Bach.
Baca Juga: Shinzo Abe Dimakamkan di Kampung Halaman 12 Juli, Warga Jepang Kenang Sosoknya yang Menyenangkan
Tanpa Abe, kata Bach, “Olimpiade ini tidak akan pernah terjadi.”
Bach menyebut Abe, “Lelaki dengan visi, penuh tekad dan energi tak terbatas untuk mewujudkan visinya. Yang sangat saya hargai tentang dia adalah bahwa dia adalah seorang yang selalu menepati janjinya.”
Bendera Olimpiade di markas besar IOC di Lausanne, Swiss, imbuh Bach, akan berkibat setengah tiang selama tiga hari.
Boleh jadi, Abe adalah penyemangat nomor satu Olimpiade Tokyo 2020. Kompetisi olahraga dunia itu diharapkannya menjadi pengingat bahwa Jepang masihlah merupakan sebuah kekuatan di Asia, di tengah kebangkitan China. Namun, ia mundur dari jabatannya, menyebut kondisi kesehatannya yang memburuk pada akhir Agustus 2020, kurang dari 11 bulan sebelum Olimpiade yang tertunda itu dibuka.
“Saya memikirkan tentang dia, tak bisa menjadi perdana menteri saat Olimpiade, sungguh mematahkan semangat,” ujar David Leheny, seorang peneliti politik di Universitas Waseda Jepang, dalam wawancara dengan Associated Press.
“Dia telah mencurahkan segenap tenaga dan pekerjaannya ke event itu, dan saya pikir, baginya itu adalah simbol kebangkitan Jepang sebagai pemimpin di panggung dunia,” lanjutnya.
Abe kemudian digantikan oleh Yoshihide Suga, yang melalui Olimpiade, namun meninggalkan jabatannya beberapa pekan setelah Olimpiade berakhir. Suga dikritik atas penanganannya pada pandemi.
“Mengingat pentingnya Olimpiade Tokyo tahun 1964 bagi banyak orang – dalam mengumumkan kebangkitan Jepang setelah Perang Dunia II – saya pikir, bagi Abe, Olimpiade Tokyo 2020 dimaksudkan sebagai hal yang sama,” imbuh Leheny.
“Dan dia tidak malu-malu menjadikan dirinya sebagai segala pusat proses itu,” pungkasnya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.