NEW DELHI, KOMPAS.TV — India, China, dan negara-negara Asia menjadi sumber pendapatan bagi Rusia dari penjualan minyak meskipun ada tekanan kuat dari AS agar mereka tidak meningkatkan pembelian mereka.
Hal itu terjadi saat Uni Eropa dan sekutu lainnya memotong impor energi dari Rusia sejalan dengan sanksi atas Moskow akibat penyerangan ke Ukraina.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (13/6/2022), penjualan minyak semacam itu meningkatkan pendapatan ekspor Rusia pada saat Washington dan sekutunya berusaha membatasi aliran keuangan yang mendukung upaya perang Moskow.
Laporan oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih, sebuah think tank independen yang berbasis di Helsinki, Finlandia, dan dirilis Senin mengatakan, Rusia memperoleh pendapatan (revenue) sebesar 93 miliar euro atau setara Rp1.430 triliun dari ekspor bahan bakar fosil dalam 100 hari pertama invasi negara itu ke Ukraina, meskipun terjadi penurunan volume ekspor pada bulan Mei.
“Pendapatan dari ekspor bahan bakar fosil adalah pendorong utama pembangunan militer dan agresi Rusia, menyediakan 40 persen dari pendapatan anggaran federal,” kata laporan tersebut.
India, negara yang haus minyak dengan 1,4 miliar penduduk, dilaporkan membeli hampir 60 juta barel minyak Rusia pada tahun 2022 sejauh ini, dibandingkan dengan 12 juta barel tahun 2021, menurut perusahaan data komoditas, Kpler.
Pengiriman ke negara-negara Asia lainnya, seperti China, juga meningkat dalam beberapa bulan terakhir tetapi pada tingkat yang lebih rendah.
Dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan dia mungkin terpaksa membeli lebih banyak minyak dari Rusia saat dia mati-matian berburu bahan bakar untuk menjaga negara itu tetap berjalan di tengah krisis ekonomi yang mengerikan.
Baca Juga: Wawancara PM Sri Lanka: Terpaksa Beli Minyak Rusia, Tak Kapok Utang China
Wickremesinghe, Sabtu (10/6/2022) mengatakan, pihaknya akan terlebih dahulu melihat ke sumber lain, tetapi akan terbuka untuk membeli lebih banyak minyak mentah dari Moskow.
Pada akhir Mei, Sri Lanka membeli 90.000 metrik ton (99.000 ton) minyak mentah Rusia untuk memulai kembali kilang satu-satunya milik negara itu.
Sementara Rusia bergerak untuk mendiversifikasi ekspornya. Duta Besar Rusia Marat Pavlov bertemu dengan Presiden terpilih Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Senin dan menawarkan bantuan Moskow untuk menyediakan minyak dan gas. Dia tidak merinci persyaratannya.
Marcos Jr., yang masa jabatan enam tahunnya akan dimulai pada 30 Juni ini, tidak mengatakan apakah dia mempertimbangkan tawaran itu.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari, harga minyak global meroket.
Kondisi itu membuat kilang penyulingan minyak di India dan negara-negara lain mendapat insentif tambahan untuk membeli minyak Moskow dengan harga diskon besar USD30 hingga USD35 dari harga dunia, dibandingkan dengan minyak mentah Brent dan minyak internasional lainnya yang sekarang diperdagangkan sekitar USD120 per barel.
Negara-negara tersebut makin penting bagi Rusia setelah 27 negara Uni Eropa, pasar utama bahan bakar fosil yang memasok sebagian besar pendapatan asing bagi Moskow, setuju untuk menghentikan sebagian besar pembelian minyak pada akhir tahun ini.
“Tampaknya tren yang berbeda sekarang mulai merasuk,” kata Matt Smith, analis utama di Kpler yang melacak aliran minyak Rusia.
Karena pengiriman minyak Ural ke sebagian besar Eropa dipotong, minyak mentah malah mengalir ke Asia, di mana India menjadi pembeli utama, diikuti oleh China.
Laporan pelacakan kapal menunjukkan Turki adalah tujuan utama lainnya dari ekspor minyak Rusia.
Baca Juga: Menlu India Keki, Beli Minyak Rusia Dianggap Danai Perang, tapi Beda jika Eropa yang Beli Gas Moskow
“Orang-orang menyadari India adalah pusat penyulingan, mengambilnya dengan harga murah, memurnikannya dan mengirimkannya sebagai produk BBM siap pakai karena mereka dapat membuat margin yang kuat untuk itu,” kata Smith.
Pada bulan Mei, sekitar 30 kapal tanker Rusia yang memuat minyak mentah berlayar menuju pantai India, menurunkan sekitar 430.000 barel per hari.
Rata-rata hanya 60.000 barel per hari tiba pada Januari-Maret, menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih.
Perusahaan penyulingan milik negara dan independen China juga meningkatkan pembelian.
Tahun 2021, China adalah pembeli tunggal terbesar minyak Rusia, mengambil rata-rata 1,6 juta barel per hari, dibagi rata antara jalur pipa dan jalur laut, menurut Badan Energi Internasional.
Sementara impor India masih hanya sekitar seperempat dari itu, peningkatan tajam sejak perang berpotensi menjadi sumber gesekan antara Washington dan New Delhi.
AS mengakui kebutuhan India akan energi yang terjangkau, tetapi “kami mencari sekutu dan mitra untuk tidak meningkatkan pembelian energi Rusia,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken setelah pertemuan antara menteri luar negeri dan menteri pertahanan AS dan India pada April lalu.
Sementara itu, AS dan sekutu Eropanya terlibat dalam diskusi "sangat aktif" tentang langkah-langkah koordinasi, mungkin membentuk kartel, untuk mencoba menetapkan batas harga minyak Rusia, kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada pertemuan Komite Keuangan Senat pada Selasa pekan lalu.
Baca Juga: Putin Percaya Diri, Yakin Eropa akan Sulit Lepas dari Gas dan Minyak Rusia
Tujuannya adalah untuk menjaga minyak Rusia mengalir ke pasar global untuk mencegah harga minyak mentah, yang sudah naik 60 persen tahun ini, melonjak lebih tinggi lagi, katanya.
“Tentu saja, tujuannya adalah untuk membatasi pendapatan yang masuk ke Rusia,” kata Yellen, menunjukkan bahwa strategi yang tepat, belum diputuskan.
Sementara Eropa dapat menemukan sumber alternatif untuk pembelian sekitar 60 persen dari ekspor minyak mentah Rusia, Moskow juga memiliki pilihan.
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar menekankan niat negaranya untuk melakukan apa yang menjadi kepentingan terbaiknya, dikritik atas impor minyak Rusia.
“Jika India membeli minyak Rusia adalah mendanai perang … katakan padaku, apakah Eropa membeli gas Rusia tidak mendanai perang? Mari kita sedikit seimbang,” katanya di sebuah forum baru-baru ini di Slowakia, merujuk pada impor gas Rusia yang dilakukan Eropa.
Impor minyak mentah India dari Rusia naik dari 100.000 barel per hari pada Februari menjadi 370.000 barel per hari pada April dan naik menjadi 870.000 barel per hari pada Mei.
Sebagian besar dari pengiriman tersebut memindahkan minyak dari Irak dan Arab Saudi, sebagian besar dikirim ke kilang di Sika dan Jamnagar di pantai barat India.
Baca Juga: Amerika Serikat Minta India Tidak Lagi Beli Minyak Rusia
Hingga April, minyak Rusia menyumbang kurang dari 5 persen dari minyak mentah yang diproses di kilang minyak Jamnagar yang dijalankan oleh Reliance Industries.
Pada bulan Mei, minyak Rusia menyumbang lebih dari seperempat volume yang disuling di fasilitas tersebut, menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih.
Ekspor produk minyak India seperti solar meningkat menjadi 685.000 barel per hari dari 580.000 barel per hari sebelum invasi ke Ukraina.
Sebagian besar ekspor dieselnya dijual ke Asia, tetapi sekitar 20 persen dikirim melalui Terusan Suez, menuju Mediterania atau Atlantik, terutama Eropa atau AS, kata Lauri Myllyvirta, analis utama di CREA.
Tidak mungkin untuk menghitung jumlah pasti minyak mentah Rusia dalam produk olahan yang dikirim keluar dari India, katanya.
Namun, "India menyediakan outlet untuk minyak mentah Rusia untuk melewati pasar," katanya.
Impor China juga meningkat lebih lanjut tahun ini, membantu pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin mencatat surplus transaksi berjalan, ukuran perdagangan terluas, sebesar USD96 miliar untuk empat bulan yang berakhir pada April.
Tidak jelas apakah ekspor semacam itu pada akhirnya akan dikenakan sanksi yang dimaksudkan untuk memotong arus kas ke Rusia.
Mengenai sanksi, “Apakah tindakan itu efektif? Dan jika tidak, bagaimana pasar minyak bekerja di sekitar mereka?” kata Myllyvirta.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.