BEIJING, KOMPAS.TV - China meminta Komisioner Hak Asasi Manusia PBB untuk menyelidiki penembakan massal di AS yang banyak menelan korban sipil termasuk anak-anak, dalam upaya nyata untuk mengalihkan fokus bernada meledek, tuduhan Amerika Serikat atas pelanggaran di wilayah barat jauh Xinjiang, China, seperti laporan Associated Press, Senin, (30/5/2022).
Menanggapi manuver Menlu AS Antony Blinken yang hari Jumat minggu lalu menuding China memberlakukan pembatasan dan manipulasi atas kunjungan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet ke China, jubir Kemenlu China Zhao Lijian justru meminta Komisi HAM PBB menyelidiki pelanggaran HAM yang dilakukan Amerika Serikat.
"Penembakan di sekolah baru-baru ini di Texas sangat memilukan. Hak untuk hidup masyarakat umum di AS, termasuk anak-anak dan remaja, hampir tidak dijamin," kata Lijian seperti laporan Associated Press, seraya menambahkan, "Sejak 2001, AS telah mengobarkan perang di sekitar 80 negara atas nama memerangi terorisme, yang mengakibatkan kematian lebih dari 900.000 orang, termasuk 300.000 warga sipil."
Lijian lebih jauh menuding Amerika Serikat mendirikan "penjara gelap" seperti Guantanamo di seluruh dunia, di mana orang-orang secara sewenang-wenang ditahan, disiksa atau dianiaya untuk waktu yang lama tanpa pengadilan.
China juga melanjarkan tonjokan ke Amerika Serikat tentang rasisme, dimana juru bicara kemlu China itu mengatakan, "Rasisme mengakar kuat di Amerika Serikat, dan minoritas keturunan Afrika dan Asia menghadapi diskriminasi rasial yang sistematis."
"Amerika Serikat telah menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang serius di dalam negeri, mengapa ia merasa memiliki hak untuk menuding dan ikut campur di negara lain? Kami menuntut OHCHR menyelidiki dan melaporkan masalah hak asasi manusia di Amerika Serikat." tandas Lijian.
China meningkatkan kritik terhadap catatan HAM AS di sekitar perjalanan ke negara Asia oleh kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet, dan pencarian kesalahan meningkat setelah pembunuhan baru-baru ini di sebuah toko kelontong di Buffalo, New York, dan di sebuah sekolah di Uvalde, Texas.
Baca Juga: Polisi China Dituduh Ancam Muslim Uighur sebelum Delegasi PBB Berkunjung ke Xinjiang, Ini Isinya
Harian utama China Global Times hari Selasa, (31/5/2022) memuat berita berjudul "Rasisme adalah racun yang mengalir melalui tubuh politik Amerika," merujuk pada pembunuhan orang kulit hitam di Buffalo, dan Kantor Berita resmi Xinhua dan China Daily berbahasa Inggris menerbitkan artikel serupa.
Komentar tersebut tampaknya merupakan upaya untuk membalas AS, yang bersama dengan anggota parlemen di negara lain, menuduh China melakukan genosida di Xinjiang. Beijing menyebut tuduhan itu sebagai "kebohongan abad ini".
AS juga mengkritik China atas cara mereka menangani perjalanan Bachelet baru-baru ini. Jubir Kemlu China Zhao Lijian mengungkapkan keheranannya, karena pengaturan kegiatan Komisaris Tinggi Bachelet selama kunjungannya ke China dibuat sesuai dengan keinginannya dan setelah konsultasi penuh antara kedua belah pihak.
"Dalam konferensi persnya, Komisaris Tinggi Bachelet juga mengatakan bahwa dia memiliki pertukaran tanpa pengawasan yang luas selama kunjungannya ke China, jadi di mana yang disebut pembatasan atau manipulasi?" kata Lijian.
Lijian lebih jauh mengatakan, "sebenarnya pihak AS-lah yang ingin memanipulasi kunjungan ini. Sejak awal, AS yang menuntut kunjungan Bachelet ke China. Dialah yang mengatur kondisi untuk Bachelet, dan dia juga yang sekarang menyerang dan mendiskreditkan kunjungannya."
Baca Juga: Dikunjungi Komisaris HAM PBB, China Tuduh Inggris-AS Lakukan Sabotase
Kantor pers Menteri Luar Negeri Antony Blinken seperti laporan Bloomberg, Selasa, (31/5/2022) mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihak berwenang China "tidak memungkinkan penilaian yang lengkap dan independen terhadap lingkungan hak asasi manusia" dan mereka memiliki laporan bahwa penduduk Xinjiang diperingatkan untuk tidak mengeluh.
Kelompok hak asasi manusia juga mengkritik Bachelet dan perjalanan enam harinya, yang berulang kali dia katakan bukan "penyelidikan" atas praktik Tiongkok di Xinjiang atau di tempat lain.
Pada konferensi pers yang menandai akhir kunjungannya, Bachelet memberikan jawaban paling rinci untuk pertanyaan dari seorang reporter dengan media pemerintah China tentang kekerasan senjata dan rasisme di AS.
Bachelet mengatakan pada briefing tersebut, setiap tindakan oleh pemerintah China untuk mengatasi dugaan terorisme dan radikalisme tidak boleh mengorbankan hak asasi manusia.
Adrian Zenz, rekan senior dalam studi China di Victims of Communism Memorial Foundation, mengatakan kepada Bloomberg TV kemudian, dia menganggap kunjungan Bachelet ke Xinjiang sebagai "bencana" karena kegagalannya untuk mengutuk China. Dia juga memintanya untuk mengundurkan diri.
Sumber : Kompas TV/Associated Press/Bloomberg
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.