BANGKOK, KOMPAS.TV - Thailand, pengekspor utama gula, ayam, dan beras, tampaknya akan diuntungkan dan dapat cuan paling banyak karena banyak tetangganya di Asia melarang ekspor bahan pangan dan komoditas pertanian untuk melindungi konsumen dari lonjakan harga, seperti laporan Straits Times, Rabu (25/5/2022).
Dalam beberapa hari terakhir, Malaysia melarang ekspor unggas dan India melarang eksor gandum, memberlakukan pembatasan atas produk gula. Indonesia pun sempat melarang ekspor minyak goreng.
Meningkatnya proteksionisme pangan dan kenaikan harga merupakan kabar baik bagi produsen Thailand yang menikmati panen raya tahun ini setelah kemarau panjang.
Penurunan nilai tukar Baht ke level terendah lima tahun terakhir pada awal bulan ini juga membuat ekspor negara itu relatif lebih murah.
Harga pangan global melonjak ke level tertinggi beberapa tahun berturut-turut karena pemulihan ekonomi dari pandemi bertepatan dengan serangan Rusia ke Ukraina, yang menjungkirbalikkan aliran komoditas pertanian.
Ekspor makanan Thailand tahun ini tampaknya akan melampaui perkiraan pada Januari dengan mencapai rekor 1,2 triliun baht atau setara 510 triliun rupiah, seperti perhitungan yang dibuat oleh National Food Institute yang berbasis di Bangkok.
"Jika perang dan krisis pasokan pangan berlanjut, harga pangan akan tetap tinggi dan itu akan menguntungkan kami," kata Sirivuthi Siamphakdee, Direktur Kaset Thai International Sugar Corp dan mantan wakil ketua Thai Sugar Millers Corp, asosiasi industri gula Thailand.
Baca Juga: Krisis Pangan Memburuk, PBB Minta Rusia Izinkan Ekspor Gandum Ukraina
"Thailand tidak mungkin menderita kekurangan pangan seperti negara lain karena ini adalah dapur dunia," tegasnya yakin.
Mereka memperkirakan, ekspor gula Thailand akan melonjak setidaknya 40 persen pada musim 2021-22.
Harga komoditas internasional meningkat sekitar 25 persen selama setahun terakhir, dan langkah India untuk membatasi pengiriman gula dapat memberikan dorongan yang lebih besar pada reli kenaikan harga.
Produsen lokal saat ini menunda penandatanganan kontrak jangka panjang produk pertanian dengan ekspektasi harga yang lebih tinggi, kata Sirivuthi.
Pengiriman beras, ekspor pertanian terbesar Thailand, diperkirakan oleh pemerintah mencapai level tertinggi dalam empat tahun dengan jumlah setidaknya 8 juta metrik ton tahun 2022.
Ekspor biji-bijian juga melonjak sekitar 30 persen selama setahun terakhir di Chicago.
Thailand melihat permintaan meningkat dengan cepat untuk produk berasnya, termasuk dari Irak. Tetapi, kenaikan harga mungkin membuat pembeli mengadopsi pendekatan menunggu dan melihat, kata Chookiat Ophaswongse, presiden kehormatan Asosiasi Eksportir Beras Thailand.
Baca Juga: Komisi Eropa Sebut 20 Juta Ton Gandum Terjebak Perang di Ukraina, Picu Meroketnya Harga Pangan
Meskipun sejauh ini tidak ada negara yang membatasi ekspor beras, perdagangannya perlu dipantau secara ketat, katanya.
Unggas adalah penghasil ekspor makanan terbesar di Thailand setelah beras, dan larangan Malaysia seharusnya menjadi keuntungan bagi negara tersebut.
Asosiasi Eksportir Pengolahan Broiler Thailand memperkirakan pengiriman akan meningkat menjadi 950.000 ton tahun ini dari 930.000 ton pada 2021.
Charoen Pokphand Foods, produsen daging Thailand yang dimiliki oleh keluarga miliarder Chearavanont, berada dalam posisi kuat untuk menyambar pemulihan konsumsi pascapandemi, kata analis RHB Research Institute Soon Wei Siang dalam sebuah catatan, Rabu (25 Mei).
"Eropa dan Jepang punya permintaan yang sangat kuat untuk unggas Thailand karena mereka mulai melonggarkan pembatasan ekonomi," kata Kukrit Arepagorn, manajer asosiasi broiler.
Namun, permintaan China menjadi perhatian, karena kebijakan lockdown virus Covid-19 dan inspeksi impor yang ketat, katanya.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.