KIEV, KOMPAS.TV - Muslimah Ukraina mengungkapkan bagaimana rasanya harus menjalani Ramadan di tengah serangan Rusia.
Hal itu diungkapkan oleh Niyara Mamutova, yang mengungkapkan kehidupannya di bulan Ramadan Ukraina yang tengah diinvasi Rusia.
Ia menegaskan dirinya selalu ketakutan dengan keadaan negaranya saat ini.
“Setiap Anda mendengar suara peringatan dan melihat sekolah, rumah dan rumah sakit dihancurkan, situasi itu tidak normal,” kata Niyara dilansir dari BBC, Jumat (22/4/2022).
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Disebut Telah Undang Putin untuk Datang ke G20 di Indonesia
“Saya merasa mual saat melihat jasad dan rumah di bakar habis. Sayangnya, Ramadan ini begitu menyakitkan."
Niyara, yang berasal dari komunitas Tatar di utara Krimea, lari dari kampung halamannya saat Rusia menduduki wilayah itu pada 2014.
Ia pun berbagi pandangan dengan Muslimah Ukraina lainnya, Viktoria Nesterenko yang berasal dari Kiev..
Viktoria mengungkapkan bagaimana mereka harus menghadapi tantangan di bulan Ramadan selama di medan perang.
“Gambaran dari perang yang mengerikan terus menerus muncul di kepala saya,” ujarnya.
“Banyak orang, termasuk anak-anak terbunuh oleh tentara Rusia di dekat Kiev. Ramadan tak terasa bagus, saya merasa sedih,” kata Viktoria.
Muslim di Ukraina merupakan minoritas kecil, dengan hanya 1 persen dari populasi negara itu.
Muslim Ukraina sebenarnya telah sangat menunggu bulan Ramadan, setelah dua tahun terakhir dihambat wabah Covid-19.
Namun, penyerangan Rusia ke Ukraina kembali menghambat rencana mereka pada tahun ini.
Baca Juga: Rusia Mengaku Merawat Dua Prajurit Inggris yang Ditahan: Tak Perlu Khawatir
“Sangat sulit melindungi diri Anda sendiri, khususnya secara moral dan untuk beribadah. Saya perlu membaca Al-Quran dan menghabiskan waktu beribadah,” katanya.
“Sangat sulit untuk fokus beribadah, karena kecemasan dan merasa lelah,” kata Viktoria.
Jika Niyara yang masih menyusui putri kecilnya tak berpuasa, Viktoria tetap berpuasa dan keduanya tetap bisa beribadah meski mengalami kesulitan.
“Tentu saja kami memiliki waktu untuk beribadah. Saat perang, kami diizinkan beberapa konsensi. Salat bisa digabung, agar kami tetap bisa menunaikan kewajiban agama kami,” tutur Viktoria.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.