YERUSALEM, KOMPAS.TV - Ratusan umat Islam berkumpul di Kota Tua Yerusalem mulai Senin (4/4/2022) malam untuk menghadiri penyalaan lentera raksasa, bagian dari acara budaya yang menandai bulan Ramadan.
Memukul genderang dan bernyanyi, umat Muslim berjalan melalui jalan-jalan sempit Kota Tua untuk mencapai alun-alun, tempat banyak orang sedang menunggu lentera raksasa dinyalakan.
Warga kemudian meledak dalam sorak-sorai ketika lentera dinyalakan.
“Hari ini dari sini, dari Yerusalem, dari kota kuno, dekat masjid Al-Aqsha, dari Burj Al-Laqlaq, kami menyalakan lentera Yerusalem untuk menerangi jalan bagi seluruh alam semesta dan seluruh umat manusia dan untuk memberikan energi positif dari kota ini, terlepas dari rasa sakitnya, penindasannya, dan penderitaannya. Tetapi kota ini akan terus berlanjut, dengan izin Allah SWT, menerangi jalan ke seluruh bagian dunia dan atau seluruh umat manusia," kata Hussam Abu Esheh, seorang seniman dari Yerusalem.
Baca Juga: Israel Akan Izinkan Perempuan, Anak dan Laki-laki Palestina Salat di Masjid Al Aqsa
Ketegangan meningkat dalam beberapa hari terakhir setelah penyerang Palestina menewaskan 11 warga Israel dalam serangan terpisah di seluruh negeri.
Ramadan adalah bulan untuk berpuasa, berdoa, dan beribadah dari subuh hingga magrib bagi hampir 2 miliar umat muslim di seluruh dunia.
Dalam konflik Israel-Palestina, Ramadan sering menjadi periode peningkatan gesekan dan konfrontasi.
Bentrokan antara warga Palestina dan polisi Israel di sekitar Kota Tua yang bersejarah, pusat emosional konflik selama lebih dari satu abad, selama Ramadan tahun lalu membantu mempercepat perang 11 hari antara Israel dan kelompok militan Islam Hamas di Jalur Gaza pada Mei.
Baca Juga: Kisah Muazin Tertua di Jalur Gaza, Setengah Abad Mengumandangkan Azan di Masjid Tua Palestina
Pihak berwenang Israel melakukan serangkaian upaya, berusaha menghindari terulangnya kekerasan tahun lalu selama bulan suci Ramadan.
Para pemimpin Israel, Yordania dan Palestina mengadakan banyak pertemuan dalam beberapa pekan terakhir, dan Israel telah mengumumkan serangkaian isyarat niat baik, dalam upaya untuk menjaga ketenangan selama Ramadhan.
Israel akan memberi izin perempuan, anak-anak, dan laki-laki Palestina yang berusia di atas 40 tahun untuk melakukan salat di Masjid Al-Aqsha setiap hari Jumat. Ini sebagai upaya membantu meredakan ketegangan selama bulan suci Ramadan, seperti dilansir Associated Press, Rabu (6/4).
Pemerintah pendudukan Israel dalam sebuah pernyataan mengatakan mereka dapat lebih melonggarkan pembatasan jika keadaan tetap tenang.
Baca Juga: Hari Pertama Ramadan, Pasukan Israel Tembak Mati 3 Milisi Palestina di Tepi Barat
Tahun ini, Israel dalam siaga tinggi setelah tiga serangan oleh warga Palestina di Israel dalam beberapa pekan terakhir menewaskan 11 warga Israel.
Serangan itu menimbulkan pertanyaan tentang apakah aturan baru akan dibatalkan. Tetapi, pemerintah koalisi baru Israel berusaha untuk menghindari terulangnya kekerasan tahun lalu dengan serangkaian insentif.
Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan dia akan mempertimbangkan pelonggaran pembatasan lebih lanjut minggu depan jika keadaan tetap tenang.
Israel merebut Yerusalem timur, bersama dengan tempat-tempat sucinya bagi tiga agama monoteistik, dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Israel kemudian mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.
Baca Juga: FAO Peringatkan Konflik Ukraina Bisa Bikin Kerawanan Pangan Global, karena Harga Gandum Melonjak
Palestina bercita-cita Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan yang akan mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza. Israel menganggap kota itu sebagai ibu kota bersatu
Tidak hanya di Yerusalem, Gaza hingga Lebanon juga ramai dengan festival lentera.
Namun, Ramadan tahun ini di hampir seluruh Timur Tengah diwarnai melonjaknya harga bahan pangan akibat anjloknya suplai gandum dari Ukraina dan Rusia.
Pemerintah Irak pada hari Rabu mengumumkan langkah-langkah baru untuk mengatasi kenaikan harga pangan sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina. Langkah-langkah itu antara lain berupa penghapusan tarif bea masuk atas impor bahan makanan, bahan bangunan, dan obat-obatan.
Bulan suci Ramadan menyoroti frustrasi Irak yang meluas atas lonjakan harga pangan, yang diperparah pada bulan Februari oleh serangan Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Momen Ramadan, Zelensky Puji Kesetiaan Muslim Ukraina
Di bulan Ramadan, adalah tradisi orang-orang berkumpul sambil makan dan mengadakan pertemuan besar serta perayaan keluarga.
Tetapi, harga yang meroket mempengaruhi orang-orang yang hidupnya telah dijungkirbalikkan oleh konflik, pengungsian, dan kemiskinan di Palestina, Lebanon, Irak, dan Suriah hingga Sudan dan Yaman.
Selama tiga dekade terakhir, Irak mengelola sistem distribusi publik makanan penting dan barang-barang pembersih dengan harga simbolis.
Di antara langkah-langkah baru yang diumumkan pada hari Rabu untuk mengatasi kenaikan harga pangan, pemerintah mengatakan akan menggandakan jatah makanan di bulan Ramadan.
Baca Juga: Kaum Ibu Israel dan Palestina Berkumpul di Pantai Laut Mati Gaungkan Perdamaian
Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari ekspor gandum dan jelai global, yang diandalkan negara-negara Timur Tengah untuk memberi makan jutaan orang yang hidup dari roti bersubsidi dan mi murah.
Mereka juga pengekspor utama biji-bijian lain dan minyak biji bunga matahari yang digunakan untuk memasak di hampir seluruh wilayah Timur Tengah.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.