YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar studi Eropa UGM Muhadi Sugiono ikut angkat bicara perihal konflik Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung. Peneliti senior Institute of International Studies (IIS) ini menilai aksi militer Rusia berakar pada kecemasannya terhadap Ukraina yang akan bergabung dengan NATO.
Muhadi menjelaskan, ekspansi keanggotan NATO dinilai Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai sinyal pengkhianatan negara-negara pemenang perang dingin terhadap Rusia. Ekspansi NATO ke wilayah timur mengancam posisi Ukraina sebagai benteng terakhir Rusia.
“Jika Ukraina bergabung dengan NATO, maka perbatasan antara Rusia dan NATO sangat berhimpitan,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (28/2/2022).
Baca Juga: Konflik Rusia-Ukraina, Apa Dampaknya ke Perekonomian Indonesia?
Oleh karena itu, Presiden Putin terlebih dahulu melancarkan manuver-manuver agresif, seperti menganeksasi Krimea, Donetsk, dan wilayah-wilayah bagian timur untuk menutup kemungkinan afiliasi NATO dengan Ukraina.
Muhadi menduga, saat ini, Rusia dilanda kecemasan terhadap prospek hilangnya zona-zona penyangga (buffer zones) yang dapat menyokong keamanannya, khususnya Ukraina.
Ia menengarai konflik Rusia-Ukraina semakin kompleks jika Amerika Serikat, Eropa, dan NATO menggunakan paradigma menghukum Rusia melalui sanksi ketat.
Cara berpikir ini, kata Muhadi, merupakan warisan euforia kemenangan AS dan sekutunya dalam Perang Dingin.
“Merasa superior, Amerika Serikat dan sekutunya merasa percaya diri untuk menekan dan menghimpit Moskow,” ucapnya.
Persoalannya, usaha mengutuk dan menghukum Rusia itu tidak akan bisa menyelesaikan konflik bila sumber kekhawatiran Rusia soal perluasan NATO tidak turut didengarkan.
Ia tidak menampik, konflik Rusia-Ukraina ini dibingkai oleh media yang cenderung menyoroti sikap agresif Rusia. Padahal, seharusnya jika dilihat dari perspektif konflik dan perdamaian, akar permasalahan akan bisa diketahui.
“Salah satu alasan munculnya perang adalah karena negosiasi yang dilakukan antara Amerika Serikat dan negara-negara Barat gagal memperhatikan apa yang menjadi kekhawatiran Rusia, yakni Rusia tidak ingin Ukraina menjadi bagian dari NATO,” kata Muhadi.
Baca Juga: Sekjen Gelora Khawatir Konflik Rusia-Ukraina Dikaitkan Tunda Pemilu 2024: Semoga Hanya Suudzon Saya
Kendati demikian, ia optimistis negosiasi bisa menjadi jalan keluar. Caranya, membuka lebar-lebar pintu negosiasi supaya Amerika Serikat dan negara-negara Barat dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan Putin.
“Tanpa negosiasi, konflik Rusia-Ukraina bisa berakibat fatal,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.