KABUL, KOMPAS.TV - Pemerintah Afghanistan di bawah Taliban membujuk dosen-dosen yang telah meninggalkan negara itu untuk pulang.
Emirat Islam Afghanistan (EIA), nama yang digunakan Taliban untuk menyebut pemerintahannya, mengatakan akan menggaji para dosen tersebut.
“Afghanistan adalah rumah yang sama bagi seluruh grup etnis dan kami bertanggung jawab untuk kemajuan mereka,” kata Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan dalam sebuah pernyataan, Kamis (10/2/2022), seperti dilansir Ariana News.
“Dengan ketiadaan kesejahteraan, sistem pendidikan negara ini tidak lengkap. Karena itu, Kementerian Pendidikan Tinggi mengundang seluruh profesor yang telah meninggalkan negara ini (untuk pulang).”
EIA mengatakan hal itu sesuai dengan target mereka untuk membangun negara.
“Kementerian Pendidikan Tinggi bertanggung jawab menanggung tunjangan spiritual dan ekonomi para profesor ini.”
“Karena alasan ini, badan pimpinan Kementerian Pendidikan Tinggi mengumumkan paket yang ditujukan untuk merekrut staf akademik baru. Kami meminta kader-kader yang sudah meninggalkan tanah air untuk pulang dan meneruskan profesi suci mereka dan berkontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan negara ini,” kata EIA dalam pernyataannya.
Baca Juga: Kisah Mowaffaq Si Penembak Jitu Taliban: Dulu Dibom Pesawat, Kini Jabat Walikota Muda
Menurut BBC, sejak Taliban merebut kekuasaan kembali pada akhir Agustus 2021 lalu, sebanyak 229 dosen dari tiga universitas besar di Afghanistan yaitu Kabul, Herat, dan Balkh, telah meninggalkan negara itu.
Saat berkuasa pada 1996 hingga 2001, Taliban melarang perempuan menempuh pendidikan.
Pada 2 Februari 2022 lalu, sejumlah universitas negeri di Afghanistan memulai kembali aktivitas pendidikan untuk mahasiswa dan mahasiswi.
Ini merupakan pertama kalinya perempuan dapat mengikuti kuliah sejak Taliban kembali berkuasa, dan hanya sejumlah kecil yang kembali ke kampus.
“Aku merasa sangat cemas dan Taliban menjaga gedung saat kami tiba, tapi mereka tidak mengganggu kami,” tutur Rana, seorang mahasiswi di Kandahar, kepada BBC.
“Banyak yang terasa normal, seperti sebelumnya. Perempuan dan laki-laki berada dalam satu kelas karena universitas kami kecil - laki-laki duduk di depan dan kami duduk di belakang.”
Taliban mengatakan tidak keberatan dengan hak kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan.
Tapi pejabat-pejabat pemerintah menginginkan mahasiswa dan mahasiswi dipisah, kurikulum berdasarkan prinsip Islam, dan mewajibkan pelajar perempuan mengenakan hijab.
Baca Juga: Di Afghanistan, Lonjakan Covid-19 Varian Omicron Hantam Sistem Kesehatan yang Sudah Runtuh
Sumber : Ariana News/BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.