KIEV, KOMPAS.TV - Politikus Ukraina, Yevhen Murayev, menuntut Inggris meminta maaf atas tuduhan mengenai dirinya bakal jadi pemimpin Pro-Rusia di negaranya.
Ia juga meminta Inggris mencabut tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya tersebut.
Murayev, 45 tahun, menegaskan tuduhan yang dibuat Kantor Departemen Luar Negeri Inggris kepada dirinya adalah palsu.
Ia menegaskan tuduhan Inggris itu memberikan dampak yang merusak bagi dirinya.
Baca Juga: Ukraina Tak Percaya Rusia Akan Segera Menyerang, Padahal AS Sudah Berikan Peringatan
Dikutip dari Sky News, ia telah menerima ancaman kematian dan beberapa protes terjadi di depan kantornya, sebuah stasiun TV.
Para demonstran pun meminta agar stasiun TV tersebut ditutup.
“Saya selalu berpikir seseorang tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya,” ujar Murayev, Minggu (6/2/2022).
Ia pun mengatakan tidak ada pejabat keamanan Inggris atau Ukraina yang berbicara dengannya mengenai klaim tersebut, atau menawarkan bukti apa pun untuk mendukungnya.
“Sangat sulit membayangkan pemerintahan yang pro-Rusia akan dijalankan oleh seseorang yang disanksi Rusia untuk empat tahun sekarang ini, yang dilarang masuk Rusia dan asetnya di sana dibekukan,” katanya.
“Saya memilih kemerdekaan negara Ukraina,” lanjut Murayev.
Kementerian Luar Negeri Inggris pada 22 Januari mengungkapkan mereka memiliki informasi yang mengindikasikan Kremlin ingin menempatkan pemimpin Pro-Rusia di Ukraina.
Pernyataan itu berdasarkan analisis Inggris yang diambil dari informasi intelijen yang dipimpin AS.
Baca Juga: Jalani Misi Diplomatik Berisiko Tinggi, Macron Bertolak ke Rusia untuk Dialog
Pada analisis tersebut Murayev disebut dipertimbangkan sebagai calon potensial yang akan dimanfaatkan Rusia
Mantan anggota Parlemen itu memang sering mempromosikan pandangan yang sejalan dengan narasi Rusia di Ukraina.
Tahun lalu, ia mengatakan Presiden Voldymyr Zelensky dikendalikan oleh barat dan menyarankan bahwa Ukraina mencoba untuk mendapatkan kembali wilayah yang dikuasai oleh separatis yang mendukung Rusia secara paksa.
Hal itu sama dengan yang diungkapkan Rusia, meski Ukraina telah menyangkal rencana tersebut.
Sumber : Sky News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.