GENEVA, KOMPAS.TV - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus hari Sabtu (29/1/2022) mengumumkan dimulainya penyelidikan terhadap seorang anggota staf senior, kepala badan PBB di Pasifik Barat, atas klaim rasisme dan pelanggaran.
"Kami faham kekhawatiran sejak akhir 2021 dan ikut proses yang semestinya. Dengan kerja sama anggota staf, proses penyelidikan sedang berlangsung," kata Tedros pada hari terakhir pertemuan dewan eksekutif WHO di Jenewa seperti dilaporkan Straits Times, Minggu, (30/1)
Kepala WHO tidak mengatakan kapan penyelidikan dibuka, namun menegaskan, ada batasan untuk apa yang dapat kami katakan saat ini.
"Kami menanggapi tuduhan ini dengan serius," imbuh Tedros.
Tuduhan serius, yang dirinci dalam email yang dilihat AFP setelah pengaduan itu diungkapkan pada hari Kamis (27/1) kemarin oleh Associated Press, menargetkan kepala badan itu dokter Jepang wilayah Pasifik Barat Takeshi Kasai, yang mengatakan dia siap untuk bekerja sama dalam penyelidikan apa pun.
Menurut AP, lusinan anggota staf WHO mengajukan keluhan internal pada Oktober sebelum mengirim email pada pertengahan Januari ke negara-negara di dewan eksekutif badan PBB itu.
Dalam email tersebut, mereka menuduh Kasai sebagai kepemimpinan otoriter dan rasis. Selain itu Kasai secara teratur berbagi informasi istimewa dengan Kementerian Luar Negeri Jepang, karena tidak ingin mengkritik China dan membuang-buang uang donor.
Baca Juga: Staf WHO Wilayah Pasifik Barat Keluhkan Direkturnya Lakukan Rasisme, Intimidasi, dan Kasar
Banyak negara menyatakan keprihatinan mereka atas masalah ini awal pekan ini. Pada hari Sabtu, beberapa diplomat kembali meminta WHO untuk menyelidiki semua tuduhan pelanggaran.
"Kami menanggapi semua tuduhan dengan serius dan berharap penyelidikan independen akan dikembangkan sebagai prioritas," kata seorang perwakilan Australia, Sabtu.
Seorang perwakilan Inggris mengatakan "sekali lagi kami menyesal mendapat informasi ini pertama kali di media".
Seorang pejabat Norwegia mengatakan pihaknya membutuhkan WHO yang dipercayai, negara-negara anggota serta staf, penerima manfaat dan komunitas global.
"Ini termasuk menciptakan budaya organisasi yang mempromosikan etika yang baik dan membangun kepercayaan di dalam organisasi dan memiliki sistem yang solid untuk aktifkan ini".
Penyelidikan dilakukan pada saat WHO berada di bawah tekanan besar akibat pandemi Covid-19.
Badan kesehatan PBB itu mendapat tekanan kuat untuk membuat perubahan besar menyusul pengungkapan pada tahun 2020 tentang pelecehan seksual yang meluas oleh pekerja kemanusiaan di Republik Demokratik Kongo.
Pada hari Jumat, negara-negara donor utama Organisasi Kesehatan Dunia menuntut agar mempercepat dan memperluas reformasi yang bertujuan untuk mencegah pelecehan seksual oleh staf di lapangan.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.