WASHINGTON, KOMPAS.TV - Purnawirawan jenderal Venezuela yang ikut memimpin kudeta pada 2020, Cliver Alcala Cordones mengaku CIA dan eksekutif Amerika Serikat (AS) mengetahui rencana pemberontakan tersebut.
Hal ini disampaikan kuasa hukum Alcala dalam dokumen yang dilayangkannya ke pengadilan AS, Jumat (28/1/2022) kemarin.
Alcala diketahui saat ini sedang dijerat tuduhan narkoterorisme sejak dua tahun lalu. Kuasa hukumnya berupaya membatalkan tuntutan ini.
Menurut salah satu surat kuasa hukum Alcala ke jaksa penuntut, petinggi pemerintahan Donald Trump mengetahui dan menerima laporan rencana kudeta.
“Upaya menggulingkan rezim Maduro diketahui dengan baik oleh pemerintah Amerika Serikat,” tulis kuasa hukum Alcala.
“Penentanganya (Alcala) terhadap rezim itu dan dugaan upayanya menggulingkannya dilaporkan ke eselon tertinggi Badan Intelijen Pusat (CIA), Dewan Keamanan Nasional AS, dan Kementerian Keuangan AS.”
Dokumen kuasa hukum Alcala itu mengemukakan kembali keterlibatan pemerintahan Trump terhadap kudeta gagal Maduro.
Upaya kudeta bertajuk Operasi Gideon itu melibatkan veteran pasukan khusus Amerika Serikat, Jordan Gourdreau.
Dua tentara bayaran AS juga kedapatan membantu kudeta para desertir tentara Venezuela tersebut.
Baca Juga: Makin Panas dengan AS, Rusia Tak Kesampingkan Gelar Pasukan dan Senjata di Kuba dan Venezuela
Operasi itu direncanakan oleh Cliver Alcala Cordones dan Jordan Goudreau. Mereka menerjunkan sekitar 60 orang untuk menangkap Maduro dan merebut pemerintahan.
Akan tetapi, plot kudeta diketahui oleh pemerintahan Maduro sebelum dilakukan. Militer Venezeula sukses mengadang pemberontak, membunuh enam orang dan menangkap 17 lainnya.
Alcala sendiri diketahui sebagai oposisi keras Maduro sejak sang presiden menjabat pada 2013.
Kendati demikian, AS menuduh mereka bekerja sama membantu pemberontak Kolombia menyelundupkan sekitar 25 metrik ton kokain.
“Buktinya jelas bahwa dia (Alcala) secara terbuka dan aktif menentang terduga rekan konspiratornya (Maduro) setidaknya delapan tahun terakhir,” tulis kuasa hukum Alcala.
“Bahkan, tindakannya, sebagai perwujudan ide demokrasi yang diyakininya, berujung makar terhadap orang yang dituduh pemerintah (AS) sebagai mitra.”
Kuasa hukum Alcala tidak membeberkan detail apa saja yang diketahui pemerintah AS atas plot kudeta terhadap Maduro.
Namun, tim kuasa hukum yakin rencananya “dikomunikasikan kepada eselon tertinggi sejumlah badan pemerintahan AS”, termasuk CIA, Kementerian Keuangan dan Kehakiman, Dewan Kemanan Nasional AS, serta DEA.
Baca Juga: Helikopter Presiden Kolombia Ditembaki di Perbatasan Venezuela, Hadiah Miliaran Untuk Tangkap Pelaku
Tim kuasa hukum Alcala pun meminta informasi dan dokumen terkait komunikasi pejabat AS dengan para oposisi Venezuela tentang Alcala. Namun, sebagian besar informasi tersebut bersifat rahasia.
Pejabat AS yang dimaksud tim kuasa hukum termasuk mantan Menlu AS Mike Pompeo, mantan Jaksa Agung William Barr, pejabat tinggi Gedung Putih, serta agen CIA di Kolombia.
Pemerintah AS sendiri selalu menyangkal keterlibatannya dalam upaya menggulingkan pemerintahan Maduro. Namun, para pengamat meragukan bantahan itu.
Mantan Menlu AS Mike Pompeo menyebut Washington tidak “terlibat secara langsung”. Sebagian pengamat menduga AS setidaknya mengetahui rencana tersebut.
Bukti-bukti bahwa AS mengetahui rencana pemberontakan Alcala dapat memperkuat pembelaannya di pengadilan. Pasalnya, ia akan diakui meninggalkan aktivitas penyelundupan narkoba jauh sebelum ditahan pemerintah AS.
Baca Juga: Iran Kirim Kapal Perang ke Samudera Atlantik, Diduga Menuju Venezuela, AS Siap Merespon
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.