SEOUL, KOMPAS.TV – Korea Utara (Korut) menembakkan senjata diduga peluru kendali (rudal) balistik ke laut pada Rabu (5/1/2022), kata militer Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.
Peluncuran rudal pertama dalam dua bulan terakhir itu merupakan sinyal bahwa Pyongyang tak tertarik bergabung kembali dalam pembicaraan denuklirisasi, dan malah cenderung fokus meningkatkan persenjataannya.
Mengutip Associated Press, peluncuran rudal itu terjadi setelah pemimpin Korut Kim Jong-un bertekad meningkatkan kemampuan militernya dalam konferensi partai pekan lalu. Namun, Kim Jong-un tak mengungkap kebijakan baru terhadap Amerika Serikat (AS) maupun Korsel.
Baca Juga: Rezim Kim Jong-Un Selalu Perintahkan Eksekusi Mati Sadis, Pekerja dan Pelajar Dipaksa Menyaksikan
Kepala Staf Gabungan Korsel menyatakan, Korut menembakkan senjata yang diduga rudal balistik ke arah wilayah perairannya di sebelah timur pada Rabu pagi. Lebih lanjut diungkapkan, otoritas intelijen Korsel dan AS tengah mencoba menganalisis informasi lebih banyak tentang peluncuran itu.
Dalam konferensi video darurat terkait peluncuran itu, tim keamanan nasional kepresidenan Korsel mengungkapkan kekhawatirannya. Kelanjutan pembicaraan dengan Korut, kata mereka, penting dilakukan untuk meredakan ketegangan.
Kementerian Pertahanan Jepang juga mendeteksi peluncuran senjata yang diduga merupakan rudal yang dilakukan Korea Utara itu.
“Kami sangat menyesalkan bahwa Korea Utara terus menembakkan rudal sejak tahun lalu,” ujar Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada para wartawan, Rabu.
Baca Juga: Kasus Covid-19 dan Angka Rawat Inap di Australia Terus Melonjak, Laboratorium Tes Kewalahan
Namun, belum diketahui rincian peluncuran itu, termasuk di mana rudal itu mendarat, atau seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan.
Kishida menyatakan telah memerintahkan untuk mengonfirmasi keselamatan kapal-kapal dan pesawat yang berada di sekitar lokasi yang diduga menjadi area peluncuran dan jatuhnya rudal itu.
Antara September dan November, Korea Utara melakukan serangkaian uji coba senjata. Para ahli menyebut aksi itu sebagai upaya Korut untuk lebih menekan saingannya agar menerimanya sebagai negara berdaya nuklir dengan harapan mendapat keringanan sanksi ekonomi.
Senjata yang diujicobakan termasuk rudal balistik dan rudal hipersonik yang tengah dikembangkan, dan ditembakkan dari sebuah kapal selam.
Baca Juga: China Bakal Sewot Lagi karena usai AUKUS, Australia akan Teken Kerja Sama Pertahanan dengan Jepang
Sementara itu, pemerintahan Biden telah berulang kali menyatakan terbuka untuk melanjutkan diplomasi nuklir dengan Korut ‘di mana saja dan kapan saja’ tanpa prasyarat. Namun, sejauh ini Korut menolak tawaran itu dan menegaskan, pihaknya tetap bermusuhan dengan AS.
“Daripada menunjukkan kesediaan dalam pembicaraan denuklirisasi atau minat mendeklarasikan akhir perang, Korea Utara memberi sinyal bahwa baik varian Omicron maupun kekurangan makanan di dalam negeri tak akan menghentikan pengembangan rudal agresifnya,” papar Leif-Eric Easley, profesor di Universitas Ewha di Seoul.
Selama 10 tahun masa pemerintahan Kim Jong-un, Korut telah melakukan 62 putaran uji coba rudal balistik. Pada masa kekuasaan Kim Il Sung kakeknya sang pendiri negara selama 46 tahun, hanya dilakukan 9 putaran; dan 22 putaran selama masa kepimpinan Kim Jong Il selama 17 tahun.
Sementara, empat dari enam uji coba nuklir Korut dan peluncuran tiga rudal balistik antarbenua, dilakukan di bawah pemerintahan Kim Jong-un.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.