Selain itu, hal itu dapat memperumit upaya memperluas persyaratan kesepakatan nuklir dengan Iran yang meminta negara tersebut mengekang teknologi rudalnya sendiri.
Iran dan Arab Saudi merupakan musuh bebuyutan dan Teheran diyakini tak akan setuju menghentikan pembuatan rudal balistik jika Arab Saudi mulai membangunnya.
“Meski perhatian signifikan terfokus pada program rudal balistik besar Iran, pembangunan dan sekarang produksi rudal balistik oleh Arab Saudi belum menerima tingkat pengawasan yang sama,” ujar Ahli Senjata dan Profesor di Institut Studi Internasional Middlebury, Jeffrey Lewis.
“Produksi rudal balistik dalam negeri Arab Saudi menunjukkan bahwa setiap upaya diplomatik untuk mengendalikan proliferasi rudal perlu melibatkan aktor regional lainnya seperti Arab Saudi dan Israel, yang memproduksi rudal balistik mereka sendiri,” tambahnya.
Setiap tanggapan AS juga dapat diperumit oleh pertimbangan diplomatik dengan China, karena pemerintahan Biden berusaha melibatkan kembali Beijing dalam beberapa masalah kebijakan prioritas tinggi lainnya.
Hal itu termasuk masalah perubahan iklim, perdagangan dan juga pandemi Covid-19.
Dewan Keamanan Nasional dan CIA dikabarkan menolak berkomentar terkait masalah tersebut.
Baca Juga: Tekan China Terkait HAM Muslim Uighur, Biden Tanda Tangani UU Larang AS Impor Produk dari Xinjiang
Sementara itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China menjawab terkait transfer teknologi rudal balistik sensitif antara China dan Arab Saudi.
“Kedua negara adalah rekan strategis dan telah membangun kerja sama yang bersahabat di semua bidang, termasuk perdagangan militer,” bunyi pernyataan mereka.
“Kerja sama seperti itu tak melanggar hukum internasional dan tak melibatkan proliferasi senjata pemusnah massal,” tambahnya.
Pemerintahan dan Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington tak merepons permintaan komentar terkait temuan tersebut.
Sumber : CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.