GLASGOW, KOMPAS.TV - Berulang kali pada KTT iklim PBB COP26 di Glasgow, para pemimpin dunia sengit menekankan perlunya membatasi pemanasan global, atau kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius saja.
Perjanjian Paris 2015 mengikat negara-negara untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah 2 derajat C di atas tingkat praindustri, dan menargetkan 1,5 derajat C. Artinya, bila suhu bumi naik, hanya boleh naik 1,5 derajat celcius saja, dan jangan sampai suhu bumi naik 2 derajat celcius.
Menurut para ilmuwan dunia seperti dilansir Straits Times, Minggu (07/11/2021), melintasi ambang batas kenaikan suhu rata-rata bumi sebesar 1,5 derajat celcius risikonya sangat besar, karena akan melepaskan efek perubahan iklim yang jauh lebih parah bagi manusia, satwa liar, dan ekosistem mahluk hidup.
Mencegah supaya suhu bumi tidak naik melebihi 1,5 derajat celcius perlu memangkas hampir separuh emisi karbon dioksida (CO2) global pada tahun 2030 dibanding tingkat 2010 dan membuat emisi CO2 menjadi nol bersih pada tahun 2050.
Itu adalah tugas ambisius yang diperdebatkan siang malam dan panjang pendek oleh para ilmuwan, pemodal, negosiator dan aktivis di COP26 tentang bagaimana mencapai tingkat itu dan bagaimana membayarnya.
Tetapi apa perbedaan antara kenaikan suhu bumi sebesar 1,5 derajat celcius dan sebesar 2 derajat celsius? Inilah beberapa penjelasan ilmuwan seperti dilansir Straits Times, Minggu (07/11/2021).
Baca Juga: Waduh 14 Persen Terumbu Karang Dunia Musnah Satu Dekade Terakhir Akibat Pemanasan Global
Sudah, dunia sudah naik suhunya setinggi 1,1 derajat C di atas tingkat praindustri. Setiap dekade dari empat dekade terakhir lebih panas daripada dekade mana pun sejak 1850, yang artinya kenaikan suhu bumi setiap dekade lebih tinggi dari kenaikan suhu bumi di masa praindustri.
"Kita tidak pernah mengalami pemanasan global seperti itu hanya dalam beberapa dekade," kata ilmuwan iklim Daniela Jacob di Pusat Layanan Iklim Jerman.
"(Kenaikan suhu) setengah derajat berarti cuaca yang jauh lebih ekstrem, bisa lebih sering, lebih intens, atau lebih lama durasinya," kata Daniela.
Baru tahun ini, hujan deras dan banjir bandang melibas China dan Eropa Barat dan menewaskan ratusan orang. Ratusan lainnya tewas ketika suhu di Pasifik barat laut mencapai rekor tertinggi.
Greenland mengalami peristiwa pencairan es besar-besaran, kebakaran hutan melanda Mediterania dan Siberia, dan rekor kekeringan melanda beberapa bagian Brasil.
"Perubahan iklim sudah memengaruhi setiap wilayah yang dihuni di seluruh dunia," kata ilmuwan iklim Rachel Warren di University of East Anglia.
Kenaikan suhu bumi lebih dari 1,5 derajat C akan membuat dampak pemanasan suhu bumi jauh lebih buruk.
"Untuk setiap kenaikan pemanasan global, perubahan ekstrem menjadi lebih besar," kata ilmuwan iklim Sonia Seneviratne di ETH Zurich.
Misalnya, gelombang panas akan menjadi lebih sering dan lebih parah.
Peristiwa panas ekstrem alami terjadi sekali setiap dekade, menjadi 4,1 kali bila suhu bumi naik 1,5 derajat C, dan 5,6 kali setiap dekade bila suhu bumi naik 2 derajat C, menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB atau UNFCCC.
Bila kenaikan suhu bumi setinggi 4 derajat celcius, peristiwa gelombang panas ekstrem dapat terjadi 9,4 kali setiap dekade.
Atmosfer yang lebih hangat juga menahan lebih banyak kelembapan, sehingga menghasilkan curah hujan yang lebih ekstrem sehingga risiko banjir bandang melonjak tinggi. Kenaikan suhu bumi juga meningkatkan penguapan, yang menyebabkan kekeringan yang lebih intens.
Baca Juga: Bencana Banjir Bandang India Akibat Patahnya Gletser, Bukti Nyata Pemanasan Global
Perbedaan antara kenaikan setinggi 1,5 derajat C dan 2 derajat C sangat penting untuk lautan bumi dan daerah beku.
"Pada (kenaikan) 1,5 derajat C, kemungkinan besar kita bisa mencegah sebagian besar lapisan es Greenland dan Antartika barat runtuh," kata ilmuwan iklim Michael Mann di Pennsylvania State University.
Itu akan membantu menahan kenaikan permukaan laut hingga beberapa meter pada akhir abad ini, walau masih merupakan perubahan besar yang akan mengikis garis pantai dan menggenangi beberapa negara pulau kecil dan kota-kota pesisir.
Tetapi bila suhu bumi kenaikannya melewati 2 derajat Celcius, lapisan es bisa runtuh, kata Profesor Mann, akibatnya permukaan laut naik hingga 10 meter, meskipun belum dipastikan seberapa cepat itu bisa terjadi.
Pemanasan setinggi 1,5 derajat C akan menghancurkan 70 persen terumbu karang tetapi pada kenaikan setinggi 2 derajat celcius, lebih dari 99 persen terumbu karang akan musnah.
Musnahnya terumbu karang akan menghancurkan habitat satwa laut dan komunitas yang bergantung pada terumbu karang untuk makanan dan mata pencaharian mereka.
Kenaikan suhu bumi setinggi 2 derajat celcius, dibandingkan dengan kenaikan 1,5 derajat celcius, juga akan menghansurkan produksi pangan.
"Jika Anda mengalami gagal panen di beberapa lumbung dunia pada saat yang bersamaan, maka Anda bisa melihat lonjakan harga pangan yang ekstrem, kelaparan dan busung lapar di seluruh dunia," kata ilmuwan iklim University College London, Simon Lewis.
Dunia yang lebih hangat bisa membuat nyamuk pembawa penyakit seperti malaria dan demam berdarah makin luas ruang hidup dan wilayah jangkauannya. Risikonya tentu jelas, akan lebih banyak serangan malaria dan demam berdarah.
Tapi kenaikan suhu setinggi 2 derajat celcius juga akan sebagian besar serangga dan satwa kehilangan sebagian besar jangkauan habitat mereka, dibandingkan dengan kenaikan setinggi 1,5 derajat celcius, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan, yang merpakan risiko lain untuk satwa liar.
Baca Juga: Presiden Tanzania Kecam Negara Maju di COP26, Sebut Kilimanjaro Gundul gara-gara Krisis Iklim
Saat dunia makin panas karena suhunya naik, risiko bahwa bumi akan mencapai "titik kritis" jelas makin meningkat, di mana sistem bumi melewati ambang batas kemampuan sehingga memicu dampak yang tidak dapat diubah dan itu akan terus bergulir.
Kapan tepatnya titik-titik itu akan tercapai tidak pasti.
Kekeringan, berkurangnya curah hujan, dan berlanjutnya perusakan Amazon melalui penggundulan hutan, misalnya, dapat membuat sistem hutan hujan runtuh, yang justru melepaskan CO2 ke atmosfer daripada menyimpannya.
Atau kenaikan suhu bumi yang menyebabkan permafrost Arktik mencair bisa menyebabkan biomassa yang telah lama membeku menjadi terurai, melepaskan sejumlah besar hal yang selama ini dipenjara oleh es abadi, di antaranya emisi karbon.
"Itulah mengapa sangat berisiko untuk terus mengeluarkan emisi dari bahan bakar fosil... karena kita meningkatkan kemungkinan kita sendiri melewati salah satu titik kritis itu," kata Profesor Lewis.
Sejauh ini, janji dan komitmen iklim yang diajukan negara-negara ke daftar janji PBB baru menghasilkan dunia di jalur kenaikan suhu bumi sebesar 2,7 derajat celcius.
Badan Energi Internasional mengatakan, janji-janji baru yang diumumkan pada KTT Iklim PBB COP26, jika diterapkan dapat menahan pemanasan hingga di bawah 1,8 derajat C, meskipun beberapa ahli menentang perhitungan itu. Masih harus dilihat apakah janji-janji itu akan diterjemahkan ke dalam tindakan di dunia nyata.
Pemanasan bumi setinggi 2,7 derajat C akan menghasilkan panas yang tidak layak huni untuk sebagian tahun di seluruh wilayah tropis dan subtropis.
Keanekaragaman hayati akan sangat terlibas, ketahanan pangan akan anjlok dan cuaca ekstrem akan melebihi kapasitas sebagian besar infrastruktur perkotaan untuk mengatasinya, kata para ilmuwan.
"Jika kita dapat mempertahankan pemanasan di bawah 3 derajat celcius, kita mungkin tetap berada dalam kapasitas adaptif kita sebagai peradaban, tetapi pada pemanasan setinggi 2,7 derajat celcius, kita akan mengalami kesulitan maha besar," kata Profesor Mann.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.