BANGKOK, KOMPAS.TV — Pemerintahan militer Myanmar secara resmi menentang pernyataan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN yang melarang pemimpinnya menghadiri pertemuan puncak KTT ASEAN pekan depan, seperti dilansir Associated Press, Sabtu (23/10/2021).
Myanmar mengatakan deklarasi tersebut, yang dikeluarkan oleh ketua ASEAN saat ini, Brunei, melanggar piagam ASEAN, sumber dan konstitusi dasarnya sendiri.
Sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan Jumat malam, Kementerian Luar Negeri Myanmar merinci mengapa Myanmar yakin ASEAN telah melanggar aturannya sendiri dengan mengambil tindakan tersebut.
Blok dengan 10 negara anggota itu bertindak setelah Myanmar menolak untuk mengizinkan utusan khusus ASEAN bertemu dengan pemimpin terguling, Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi ditahan sejak junta militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah terpilihnya pada Februari lalu.
ASEAN sejak April berusaha untuk memainkan peran mediasi dalam krisis Myanmar, karena upaya militer junta berkuasa untuk menumpas oposisi hanya memicu perlawanan yang semakin keras dan tidak stabil.
Perselisihan ini muncul menjelang dimulainya KTT tahunan ASEAN pada 26 Oktober, yang mencakup pembicaraan tingkat tinggi dengan para pemimpin dunia seperti Presiden Amerika Serikat Joe Biden, serta para pemimpin China dan Rusia.
Krisis berbulan-bulan di Myanmar, pandemi virus corona yang masih berkecamuk dan masalah keamanan dan ekonomi menjadi agenda utama pertemuan tingkat tinggi, yang akan dilakukan secara online.
Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat mengecam keras junta militer di Myanmar sejak pengambilalihan itu dan tindakan keras mematikan terhadap mereka yang menentang kudeta militer, yang diperkirakan telah membunuh sekitar 1.100 warga sipil.
Baca Juga: Ribuan Tahanan Politik Myanmar Dibebaskan, tapi Beberapa Diantaranya lalu Ditangkap Lagi
Beberapa pakar PBB melihat Myanmar berada di ambang perang saudara, yang dapat membuat kawasan itu tidak stabil.
ASEAN sendiri, yang anggotanya biasanya menahan diri untuk tidak saling mengkritik, akhirnya terseret ke dalam krisis di Myanmar.
Perselisihan seperti itu di dalam ASEAN sebenarnya belum pernah terjadi sebelumnya.
Di antara prinsip-prinsip dasar yang dilanggar karena tindak pengucilan pemimpin Myanmar adalah dekrit yang melarang negara-negara anggota ASEAN untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota.
Blok regional itu juga membuat keputusan berdasarkan konsensus, yang berarti hanya dibutuhkan satu negara anggota untuk bisa menolak proposal apa pun.
Dalam berurusan dengan Myanmar tahun ini, ketua kelompok telah menggunakan hak istimewanya untuk bertindak tanpa konsensus formal.
Pernyataan hari Jumat dari Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan hanya pertemuan puncak kelompok yang dapat mempertimbangkan apakah akan melarang kehadiran pemimpin negara anggota.
Ia menyatakan, “Myanmar akan berusaha untuk menemukan solusi damai berdasarkan Semangat ASEAN dan ASEAN Way melalui konsultasi dan negosiasi.”
Baca Juga: Mengulik Sikap Keras ASEAN Depak Pemimpin Junta Militer Myanmar dari KTT
Namun tidak disebutkan apakah perwakilan lain dari Myanmar akan hadir menggantikan Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang mengepalai pemerintah dan dewan militer yang berkuasa.
Brunei dalam kapasitasnya sebagai ketua ASEAN mengatakan blok tersebut telah memutuskan untuk mengundang perwakilan nonpolitik, bukan pemimpin militer Myanmar.
Para pemimpin ASEAN pada pertemuan khusus pada bulan April mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan “konsensus lima poin” tentang krisis Myanmar.
Konsensus lima poin itu menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog di antara semua pihak terkait, mediasi oleh utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan melalui saluran ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Myanmar secara luas dipandang telah berbuat sangat sedikit untuk mematuhi konsensus, meskipun mengklaim telah membantu memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
Selain Myanmar, negara ASEAN lainnya adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.