Perselisihan seperti itu di dalam ASEAN sebenarnya belum pernah terjadi sebelumnya.
Di antara prinsip-prinsip dasar yang dilanggar karena tindak pengucilan pemimpin Myanmar adalah dekrit yang melarang negara-negara anggota ASEAN untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota.
Blok regional itu juga membuat keputusan berdasarkan konsensus, yang berarti hanya dibutuhkan satu negara anggota untuk bisa menolak proposal apa pun.
Dalam berurusan dengan Myanmar tahun ini, ketua kelompok telah menggunakan hak istimewanya untuk bertindak tanpa konsensus formal.
Pernyataan hari Jumat dari Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan hanya pertemuan puncak kelompok yang dapat mempertimbangkan apakah akan melarang kehadiran pemimpin negara anggota.
Ia menyatakan, “Myanmar akan berusaha untuk menemukan solusi damai berdasarkan Semangat ASEAN dan ASEAN Way melalui konsultasi dan negosiasi.”
Baca Juga: Mengulik Sikap Keras ASEAN Depak Pemimpin Junta Militer Myanmar dari KTT
Namun tidak disebutkan apakah perwakilan lain dari Myanmar akan hadir menggantikan Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang mengepalai pemerintah dan dewan militer yang berkuasa.
Brunei dalam kapasitasnya sebagai ketua ASEAN mengatakan blok tersebut telah memutuskan untuk mengundang perwakilan nonpolitik, bukan pemimpin militer Myanmar.
Para pemimpin ASEAN pada pertemuan khusus pada bulan April mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan “konsensus lima poin” tentang krisis Myanmar.
Konsensus lima poin itu menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog di antara semua pihak terkait, mediasi oleh utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan melalui saluran ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Myanmar secara luas dipandang telah berbuat sangat sedikit untuk mematuhi konsensus, meskipun mengklaim telah membantu memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
Selain Myanmar, negara ASEAN lainnya adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.