WASHINGTON, KOMPAS.TV - Untuk pertama kalinya sejak penarikan mundur seluruh tentara Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan, delegasi Negeri Paman Sam akan bertemu dengan perwakilan senior Taliban di Doha, Qatar.
Seperti dilansir dari Strait Times, Sabtu (9/10/2021), dua pejabat senior AS menjelaskan, pertemuan tatap muka di tingkat senior untuk pertama kalinya tersebut direncanakan berlangsung pada hari ini Sabtu dan Minggu besok.
Delegasi tingkat tinggi Amerika Serikat nanti akan mencakup pejabat dari Departemen Luar Negeri, USAID dan komunitas intelijen AS.
"Pejabat AS rencananya akan menekan Taliban untuk memastikan perjalanan keluar Afganistan yang aman bagi warga kami dan lainnya dan untuk membebaskan Mark Frerichs yang diculik," kata para pejabat AS.
Prioritas utama lainnya adalah memaksa Taliban amanah pada janjinya bahwa mereka tidak akan membiarkan Afghanistan kembali menjadi sarang Al-Qaeda atau ekstremis lainnya.
"Sambil menekan kelompok itu untuk meningkatkan akses bantuan kemanusiaan karena negara itu menghadapi prospek yang benar-benar parah dan mungkin mustahal untuk mencegah kontraksi ekonomi," kata pejabat AS.
Utusan Khusus Amerika Serikat Zalmay Khalilzad, yang telah bertahun-tahun mempelopori dialog AS dengan Taliban dan menjadi tokoh kunci dalam pembicaraan damai dengan kelompok itu, tidak akan menjadi bagian dari delegasi tersebut.
Delegasi Amerika Serikat akan mencakup Deputi Perwakilan Khusus Departemen Luar Negeri Tom West serta pejabat tinggi kemanusiaan USAID Sarah Charles. Di pihak Taliban, pejabat Kabinet akan hadir, kata para pejabat.
“Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari keterlibatan pragmatis dengan Taliban yang telah kami lakukan mengenai masalah kepentingan nasional yang vital,” kata seorang pejabat senior pemerintah, yang berbicara dengan syarat anonim.
"Pertemuan ini bukan tentang memberikan pengakuan atau memberikan legitimasi. Kami tetap jelas bahwa legitimasi apa pun harus diperoleh melalui tindakan Taliban sendiri. Mereka perlu membangun rekam jejak yang berkelanjutan," kata pejabat itu.
Pendudukan Amerika Serikat selama dua dekade di Afghanistan memuncak dalam pengangkutan udara yang terorganisir namun tergesa-gesa pada bulan Agustus kemarin mengevakuasi lebih dari 124.000 warga sipil termasuk warga Amerika Serikat, Afghanistan dan lainnya dievakuasi ketika Taliban mengambil alih.
Baca Juga: Terungkap, Anggota ISIS-K Pelaku Bom Bunuh Diri Bandara Kabul Ternyata Napi yang Dibebaskan Taliban
Tetapi ribuan warga Afghanistan yang pernah membantu AS berperang melawan Taliban, saat ini masih tertinggal dan berpotensi mengalami penganiayaan Taliban.
Washington dan negara-negara Barat lainnya bergulat dengan pilihan sulit karena krisis kemanusiaan yang parah membayangi Afghanistan.
Mereka mencoba merumuskan bagaimana terlibat dengan Taliban tanpa memberikan legitimasi yang dicarinya sambil memastikan bantuan kemanusiaan mengalir ke negara itu.
Banyak orang Afghanistan mulai menjual harta benda mereka untuk membayar makanan yang semakin langka.
Kepergian pasukan pimpinan AS dan banyak donor internasional membuat Afghanistan saat ini kehilangan hibah yang membiayai 75 persen pengeluaran publik, menurut Bank Dunia.
Sementara ada peningkatan bagi pegiat kemanusiaan untuk mendapatkan akses ke beberapa area yang belum pernah mereka kunjungi dalam satu dekade, masalah masih tetap ada, kata pejabat AS, menambahkan bahwa delegasi AS akan menekan Taliban untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
"Saat ini, kami menghadapi beberapa masalah akses nyata... Ada banyak tantangan dalam memastikan bahwa pekerja bantuan perempuan diberikan akses tanpa hambatan ke seluruh wilayah," kata pejabat itu dan menambahkan Washington perlu melihat peningkatan oleh Taliban di bagian tersebut "jika kita ingin mempertimbangkan bantuan kemanusiaan yang lebih kuat lagi."
Baca Juga: Dikira "James Bond" oleh Taliban, Pria Inggris Mengaku Sempat Ditahan di "Guantanamo" Afghanistan
Sementara Taliban berjanji untuk lebih inklusif daripada ketika memimpin negara itu dari tahun 1996 hingga 2001, Amerika Serikat berulang kali mengatakan akan menilai pemerintah baru Taliban berdasarkan perbuatannya bukan kata-katanya.
Taliban menunjuk petinggi-petinggi kelompok tersebut untuk mengisi jabatan-jabatan teratas dalam pemerintahan sementara baru Afghanistan yang diumumkan bulan lalu, termasuk seorang rekan pendiri kelompok militan Islam itu sebagai perdana menteri dan seorang buronan dalam daftar teroris AS sebagai menteri dalam negeri. Tidak ada orang luar Taliban dan tidak ada perempuan di Kabinet sementara itu.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan pada hari Minggu bahwa perilaku Taliban hingga saat ini "tidak terlalu menggembirakan."
"Kami pasti akan menekan Taliban untuk menghormati hak-hak semua warga Afghanistan termasuk perempuan dan anak perempuan dan untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dengan dukungan luas," kata pejabat AS.
Dia menambahkan ada perbedaan antara janji-janji Taliban untuk kepastian perlindungan perjalanan dan pelaksanaannya.
"Secara praktis, implementasi komitmen mereka tidak merata. Memang benar kadang-kadang kami menerima jaminan dari tingkat tertentu tetapi kemudian menindaklanjuti jaminan itu (di lapangan) benar-benar tidak merata," kata pejabat itu.
Amerika Serikat telah secara langsung memfasilitasi keberangkatan 105 warga negara AS dan 95 penduduk tetap yang sah dari Afghanistan sejak 31 Agustus, ketika penarikan AS selesai, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan pada hari Kamis.
Dia menolak memberikan angka pasti untuk mereka yang tersisa, tetapi mengatakan pemerintah AS melakukan kontak dengan "puluhan orang Amerika di Afghanistan yang ingin pergi" tetapi jumlahnya dinamis dan terus berubah.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.