JENEWA, KOMPAS.TV - Akses ke lingkungan yang bersih dan sehat kini adalah salah satu hak asasi manusia. Dewan Hak Asasi Manusia PBB hari Jumat (08/10/2021) menyatakan akses ke lingkungan yang bersih dan sehat sebagai hak asasi manusia, secara resmi menambahkan bobotnya pada perjuangan dunia melawan perubahan iklim dan konsekuensi yang menghancurkan dari perubahan iklim.
Seperti dilansir Straits Times mengutip Reuters, Sabtu, (9/10/2021), pemungutan suara di Dewan Hak Asasi Manusia PBB berlangsung dengan dukungan luar biasa, meskipun ada kritik dari beberapa negara, terutama Amerika Serikat dan Inggris.
Resolusi tersebut, yang pertama kali dibahas pada 1990-an, tidak mengikat secara hukum tetapi berpotensi membentuk standar global.
Kalangan pengacara yang terlibat dalam litigasi iklim mengatakan itu bisa membantu mereka membangun argumen dalam kasus yang melibatkan lingkungan dan hak asasi manusia.
"Ini memiliki potensi yang mengubah hidup di dunia di mana krisis lingkungan global menyebabkan lebih dari sembilan juta kematian dini setiap tahun," kata David Boyd, pejabat khusus PBB untuk hak asasi manusia dan lingkungan, yang menyebut keputusan itu sebagai "terobosan bersejarah".
Baca Juga: Laporan PBB: akan Terjadi Krisis Air Global karena Perubahan Iklim
Teks, yang diusulkan oleh Kosta Rika, Maladewa, Maroko, Slovenia dan Swiss, disahkan dengan 43 suara mendukung dan empat abstain dari Rusia, India, Cina dan Jepang, memicu gemuruh tepuk tangan yang jarang terjadi di forum HAM PBB di Jenewa, Swiss.
Inggris, yang termasuk di antara pengkritik usulan tersebut dalam perundingan sengit baru-baru ini, akhirnya secara mengejutkan memberikan suara mendukung resolusi tersebut di menit-menit akhir.
Duta Besar Inggris untuk PBB di Jenewa, Rita French, mengatakan Inggris memilih "ya" karena memiliki ambisi yang sama dengan para pendukung resolusi tersebut, yaitu untuk mengatasi perubahan iklim, namun menambahkan negara-negara tidak akan terikat pada persyaratan resolusi tersebut.
Amerika Serikat tidak memberikan suara karena saat ini bukan anggota Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara.
Duta Besar Kosta Rika, Catalina Devandas Aguilar, mengatakan keputusan itu akan "mengirim pesan yang kuat kepada masyarakat di seluruh dunia yang berjuang dengan kesulitan iklim bahwa mereka tidak sendirian".
Baca Juga: PBB Desak Pemimpin Dunia Tingkatkan Upaya Perangi Perubahan Iklim
Para negara-negara yang menentang dan mengkritik usulan itu mengajukan berbagai keberatan, sambil mengungkap beberapa kekhawatiran tentang aspek hukumnya.
Para pegiat lingkungan mengatakan sikap kritis Inggris sebelum pemungutan suara merusak janji Inggris atas upaya menghadang perubahan iklim dan dampaknya menjelang konferensi iklim global yang diselenggarakan di Glasgow bulan depan.
John Knox, mantan pejabat khusus PBB, mengatakan menjelang pemungutan suara, mereka yang mengkritik resolusi itu "berada di sisi sejarah yang salah".
Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan sekitar 13,7 juta kematian per tahun, atau sekitar 24,3 persen dari total global, disebabkan oleh risiko dan dampak lingkungan seperti polusi udara dan paparan bahan kimia.
Proposal lain yang dipimpin oleh Kepulauan Marshall untuk membuat pejabat khusus PBB yang baru tentang perubahan iklim juga disetujui oleh Dewan HAM PBB dalam persidangan tersebut.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.