PARIS, KOMPAS.TV - Ketegangan diplomatik antara Aljazair dan Prancis semakin sengit hari Minggu, (03/10/2021) setelah Aljazair melarang pesawat militer Prancis untuk memasuki dan melewati wilayah udaranya, sebagai tanggapan terbaru atas pertikaian soal visa dan komentar pedas dari Presiden Prancis Emmanuel Macron seperti dilansir France24, Minggu (03/10/2021)
Jet Prancis secara teratur terbang di atas bekas jajahan Prancis itu untuk mencapai wilayah Sahel di Afrika Barat dalam operasi Barkhane, membantu memerangi gerilyawan.
Seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Prancis mengatakan Aljazair menutup wilayah udaranya untuk dua penerbangan, tetapi itu "tidak memiliki konsekuensi besar" untuk operasi di wilayah Sahel.
"Pagi ini ketika kami mengajukan rencana penerbangan untuk dua pesawat, kami mengetahui Aljazair berhenti memberi izin penerbangan pesawat militer Prancis di atas wilayah mereka," kata Juru Bicara Angkatan Bersenjata Prancis, Kolonel Pascal Ianni, kepada AFP seperti dilansir France24.
Kolonel Pascal mengatakan keputusan itu "sedikit memberi pengaruh" pada penerbangan yang membawa pasokan tetapi "tidak mempengaruhi operasi (militer) kami" di Sahel.
Kolonel Pascal mengatakan tidak ada pemberitahuan resmi tentang larangan penerbangan itu, dan Kementerian Luar Negeri Prancis, yang dihubungi oleh AFP, menolak berkomentar.
Baca Juga: Geram Atas Pernyataan Presiden Macron, Aljazair Tarik Duta Besar dari Prancis
Langkah itu meningkatkan ketegangan yang telah berkobar satu hari sebelumnya, Sabtu (02/10/2021), ketika pemerintah Aljazair memanggil duta besarnya untuk Prancis, dengan alasan "campur tangan yang tidak dapat diterima" dalam urusan dalam negeri Aljazair.
Menurut laporan media Prancis dan Aljazair, Macron mengatakan kepada keturunan tokoh-tokoh dalam perang kemerdekaan Aljazair 1954-62 bahwa negara itu diperintah oleh "sistem politik-militer" yang telah "benar-benar menulis ulang" sejarahnya.
“Anda dapat melihat sistem Aljazair lelah, telah dilemahkan oleh Hirak,” tambahnya, merujuk pada gerakan pro-demokrasi yang memaksa Abdelaziz Bouteflika lari dari kekuasaan tahun 2019 setelah dua dekade memimpin.
Komentar tersebut, yang diterbitkan di harian Prancis Le Monde, mengutip Macron yang mengatakan Aljazair memiliki "sejarah resmi" yang telah "benar-benar ditulis ulang".
Dia mengatakan sejarah ini "tidak didasarkan pada kebenaran" tetapi "pada wacana kebencian terhadap Prancis", menurut Le Monde.
"Apakah ada negara Aljazair sebelum penjajahan Prancis?" Macron dilaporkan bertanya.
Aljazair meraih kemerdekaannya dari Prancis tahun 1962 setelah perjuangan militer berdarah-darah.
Sejak kemerdekaan, elite penguasa negara Afrika Utara itu sebagian besar berasal dari para veteran perang kemerdekaan dari Prancis.
Para pengunjuk rasa dalam gerakan Hirak menyerukan perubahan politik di negara kaya gas, terutama dengan sistem klien yang telah memperkaya elite Aljazair.
Baca Juga: Aljazair Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Maroko, Kawasan Maghribi Afrika Runyam
Tahun lalu, pemerintah Aljazair mengkriminalisasi penyebaran apa yang mereka anggap "berita palsu" yang merusak persatuan nasional.
Penarikan duta besar Aljazair dari Prancis hari Sabtu adalah yang kedua kali, setelah pada Mei 2020 Aljazair melakukan tindakan serupa usai media Prancis menyiarkan film dokumenter tentang gerakan Hirak.
Pejabat Aljazair menindak upaya untuk menghidupkan kembali protes pro-demokrasi, dan kelompok hak asasi mengatakan puluhan orang yang terkait dengannya telah dipenjara dalam beberapa bulan terakhir.
Kantor Macron tidak menyangkal komentar yang dilaporkan, tetapi mengatakan presiden sedang membahas perang di Aljazair dengan pemuda Prancis dan menjawab pertanyaan, bukan memberikan wawancara resmi.
Ketegangan diplomatik terbaru itu terjadi di tengah ketegangan atas keputusan Prancis untuk mengurangi jumlah visa yang diberikan kepada warga Aljazair, Maroko dan Tunisia.
Paris mengatakan keputusan itu diperlukan karena kegagalan bekas koloni mereka itu untuk mengirim pulang migran ilegal dari negara-negara tersebut dari Prancis.
Ketika pengadilan Prancis menolak permintaan visa seseorang, pihak berwenang masih harus mengamankan izin perjalanan konsuler dari negara asalnya untuk mengusir mereka secara paksa, sebuah dokumen yang menurut Paris sebagian besar ditolak oleh Aljazair, Rabat dan Tunis.
Macron dilaporkan sudah memerintahkan jumlah pengiriman visa ke Aljazair dan Maroko dikurangi setengahnya dari tingkat tahun 2020, dan sepertiga untuk Tunisia.
Kementerian Luar Negeri Aljazair memanggil Duta Besar Prancis François Gouyette pada hari Rabu untuk membuat "protes resmi" atas keputusan visa tersebut.
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.