KABUL, KOMPAS.TV – Warga Afghanistan mengeluhkan kenaikan harga bahan bakar dan gas meski keran impor dari negara-negara tetangga sudah kembali dibuka.
Para pejabat di Kamar Dagang dan Investasi di Balkh, Afghanistan, pekan lalu, mengatakan impor bahan bakar dan gas melalui pelabuhan Hairatan dan Aqina telah dimulai kembali.
Namun, para pengguna kendaraan meminta Emirat Islam atau pemerintah Afghanistan di bawah Taliban, agar mengawasi dan mengontrol harga bahan bakar dan gas di pasaran.
Menurut mereka, harga bensin saat ini sebesar 65 afghani (sekitar Rp11.500) per liter, solar 56 afghani (sekitar Rp9.900) per liter, dan gas berkisar 72-80 afghani (sekitar Rp12.800-14.200) per kilogram di Kabul.
Dewan Pedagang Bahan Bakar mengatakan penyebab utama kenaikan harga tersebut karena terbatasnya akses uang tunai dan transaksi perbankan, dan monopoli industri oleh beberapa perusahaan.
“Jika Emirat Islam ingin mengendalikan masalah ini, mereka harus mengontrolnya di bea cukai (di perbatasan). Walaupun tarif (impor) telah dipangkas sebesar 50 persen, harga-harga tetap tinggi karena monopoli impor oleh beberapa perusahaan. Mereka memasang harga seenaknya,” ungkap Muhammad Asif, anggota di Dewan Pedagang Bahan Bakar, seperti dilansir media lokal Afghanistan, Ariana News, Selasa (21/9/2021).
Baca Juga: Kaum Perempuan Afghanistan Berunjuk Rasa di Kabul Menyusul Penutupan Kementerian Urusan Perempuan
Namun Deputi Kepala Kamar Dagang dan Investasi Khan Jan Alokozay mengatakan, “Masalahnya adalah pedagang-pedagang besar tidak menetapkan harga pasar, dan ketika pedagang-pedagang eceran menyalurkan barang-barang itu ke daerah-daerah lain, itu yang menyebabkan kenaikan harga.”
Sementara itu, Emirat Islam Afghanistan, Minggu (19/9/2021), berjanji akan menyalurkan bantuan internasional ke warga-warga yang membutuhkan.
“Kami memastikan kepada rakyat kami dan dunia bahwa bantuan akan sampai kepada mereka yang seharusnya menerima dan tidak akan jatuh ke kantong-kantong pribadi,” kata Deputi Kepala Komisi Kebudayaan Emirat Islam Ahmadullah Wasiq kepada media China, Global Television Network (CGTN).
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul peringatan dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres tentang potensi terjadinya krisis kemanusiaan dan keruntuhan ekonomi jika bantuan dan pendanaan tidak segera disalurkan ke Afghanistan.
Baca Juga: Tak Dihiraukan Taliban, Guru-Guru Perempuan Afghanistan Khawatirkan Masa Depan
Sumber : Kompas TV/Ariana News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.