TOKYO, KOMPAS.TV - Pengadilan Jepang telah memanggil Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un hadir untuk memberikan kompensasi atas pelanggaran HAM.
Pemanggilan tersebut terjadi setelah lima warga warga Jepang keturunan Korea menutut Korea Utara atas penipuan yang dilakukan pada tahun 1960-an.
Ketika itu, sejumlah warga Jepang keturunan Korea merasa ditipu setelah dibujuk untuk tinggal di Korea Utara dan dijanjikan kehidupan seperti Surga Dunia.
Namun kenyataannya mereka hidup dalam kelaparan serta represi yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Utara.
Baca Juga: Bandara Kabul Dikuasai Taliban, Badan Penerbangan Federal AS Umumkan Kondisinya Tak Terkontrol
Kim Jong-un sendiri diperkirakan tak hadir di pengadilan untuk persidangan pada 14 Oktober.
Seperti dikutip dari The Guardian, keputusan hakim untuk memanggilnya adalah sesuatu yang langka.
Menurut Kenji Fukuda, pengacara yang mewakili lima penggugat, menegaskan hal itu menjadi contoh di mana seroang pemimpin asing tak diberikan kekebalan kedaulatan.
Para penggugat meminta kompensasi 100 juta yen atau setara Rp 12,9 miliar setiap orangnya, atas penderitaan mereka di program permukiman kembali yang dilakukan Korea Utara.
Dikabarkan sekitar 93.000 warga Jepang keturunan Korea dan keluarganya kembali ke Korea Utara, karena dijanjikan kehidupan yang lebih baik.
Apalagi ketika itu etnis Korea yang berada di Jepang menghadapi diskriminasi.
Pemerintah Jepang saat itu menyambut baik program itu, dan menganggap waga Korea di negaranya sebagai orang luar.
Mereka pun membantu menyiapkan kepindahan warga-warga itu ke Korea Utara.
Baca Juga: AS Kirim Kapal Perusak ke Laut China Selatan, Reaksi Usai China Sahkan UU Maritim Baru
Eiko Kawasaki, 73 tahun, mengatakan ketika itu Korea Utara menjanjikan jaminan kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan keuntungan lainnya secara gratis.
Namun yang terjadi sebaliknya, kebanyakan dari mereka bahkan dipekerjakan sebagai buruh di pertambangan, perhutanan dan pertanian.
Kawasaki kemudian melarikan diri dari Korea Utara pada 2003, meninggalkan anaknya yang sudah dewasa.
Kawasaki dan empat pelarian Korea Utara lainnya kemudian mengajukan gugatan pada Agustus 2018 terhadap Pemerintah Korea Utara di Pengadilan Distrik Tokyo, meminta kompensasi atas apa yang mereka alami.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.