BANDAR SERI BEGAWAN, KOMPAS.TV- Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam yang ditunjuk oleh ASEAN sebagai utusan khusus untuk Myanmar mengatakan ia harus mendapat akses penuh ke semua pihak ketika mengunjungi Myanmar.
Negara itu saat ini masih dilanda konflik itu, di mana junta militer menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Berbicara satu hari setelah pengangkatannya oleh ASEAN, Erywan Yusof dari Brunei Darussalam belum memberikan tanggal kunjungannya ke Myanmar, yang pemimpin sipilnya Aung San Suu Kyi dan pejabat lainnya dijebloskan ke tahanan oleh junta militer setelah kudeta berdarah 1 Februari lalu.
Menlu Erywan ditugaskan ASEAN untuk mengawasi bantuan kemanusiaan, mengakhiri kekerasan di Myanmar dan membuka dialog antara penguasa militer dan pemerintahan sah yang digulingkan.
Perlawanan, unjuk rasa dan kampanye pembangkangan sipil justru memicu tanggapan yang penuh darah oleh junta militer.
"Rencana kunjungan ke Myanmar sedang dalam proses, dan apa yang perlu kami lakukan adalah memastikan kami siap ketika kami pergi ke sana, tidak seperti kunjungan yang saya lakukan pada bulan Juni," kata Erywan, Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam kepada wartawan di Bandar Seri Begawan, Sabtu (7/8/2021).
Baca Juga: Indonesia Minta Utusan Khusus ASEAN Segera ke Myanmar, Desak Myanmar Beri Akses Penuh
Menlu Erywan mengatakan dia akan mengupayakan diskusi yang lebih substantif, terutama tentang penghentian kekerasan, serta dialog dan mediasi selama kunjungan ASEAN berikutnya ke Myanmar, sambil menekankan bahwa sangat penting baginya untuk mendapat akses penuh tidak terbatas ke semua pihak.
Akses penuh tersebut berarti akses bertemu dan berbicara secara leluasa dengan pemerintahan sah yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Kelompok masyarakat sipil Myanmar menolak pengangkatannya, dengan mengatakan ASEAN seharusnya berkonsultasi dengan lawan junta dan pihak lain.
Menlu Erywan tidak menyebutkan rentang waktu untuk mengamankan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar, tetapi dia berharap mengumpulkan dukungan yang dibutuhkan untuk upaya tersebut.
Adapun PBB dan banyak negara telah mendesak ASEAN, yang 10 anggotanya termasuk Myanmar, mempelopori upaya diplomatik untuk memulihkan stabilitas.
Sementara itu, penguasa militer Myanmar Min Aung Hlaing, yang telah menjabat sebagai perdana menteri sementara, minggu ini berjanji untuk mengadakan pemilihan umum pada tahun 2023.
Junta militer mengklaim mereka bertindak sesuai konstitusi saat menggulingkan pemerintahan Suu Kyi.
Mereka menolak tindakan mereka disebut kudeta, dan juga menolak didefinisikan sebagai junta militer.
Sumber : The Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.