MILAN, KOMPAS.TV – Kota-kota di sekitar Danau Como di Italia dilanda longsor dan banjir pada Selasa (27/7/2021). Fenomena cuaca ekstrem ini kian meningkat selama beberapa tahun terakhir.
Melansir Associated Press, Rabu (28/7/2021), dinas pemadam kebakaran Italia mengerahkan lebih dari 60 personel setelah badai meluluhlantakkan kawasan danau yang dikelilingi pegunungan di utara Italia ini.
Namun sejauh ini, tak dilaporkan adanya korban jiwa atau korban luka.
Di Brienno, di pesisir barat danau, yang terdampak paling parah, 50 warga terjebak dalam rumah mereka.
Longsor juga menyebabkan kebocoran gas. Di bagian selatan di Cernobbio, tim penyelamat mengevakuasi para penghuni sebuah kondominium yang terendam banjir.
“Di Italia, kami menghadapi konsekuensi-konsekuensi perubahan iklim, dengan tren menuju (iklim) tropis dan perbanyakan cuaca ekstrem,” kata Coldiretti, komunitas agrikultur Italia.
Badai yang lebih kerap, tiba-tiba dan merusak, curah hujan yang pendek namun intens, dan perubahan cepat dari cuaca cerah ke badai, disebut Coldiretti sebagai konsekuensi perubahan iklim itu.
Baca Juga: Kapal Migran Terbalik dan Tenggelam di Dekat Lampedusa Italia, 16 Orang Tewas
Coldiretti memperkirakan, kerugian produk pertanian, bangunan dan infrastruktur akibat cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim selama satu dekade terakhir, mencapai 14 miliar Euro, atau setara Rp240 triliun.
Badai yang menghancurkan Danau Como terjadi setelah hujan es sebesar bola tenis merusakkan hampir 100 mobil dan membuat lalu lintas jalan raya dekat Bologna di utara Italia, terhenti.
Rekaman video menunjukkan mobil-mobil yang mengalami pecah kaca akibat hujan es, menepi di pinggir jalan, dan para sopirnya melongo keheranan sambil memeriksa kerusakan pada mobil mereka.
Hujan es terbilang kerap terjadi pada musim panas di Po River Valley di Italia. Namun, menurut ahli meteorologi Luca Lombroso, kekuatan hujan es tahun ini membuat fenomena itu “tak biasa”.
Baca Juga: Lomba Lari Maraton Berujung Petaka di China, 21 Pelari Tewas karena Cuaca Ekstrem dan Longsor
Analisa Coldiretti menunjukkan, hujan es terjadi 11 kali dalam sehari pada musim panas ini. Sepanjang tahun, sudah terjadi 386 kali hujan es.
Sementara, pada setahun hingga 6 tahun lalu, hujan es hanya terjadi selama beberapa kali. Kuantitas hujan es ini meningkat menjadi 92 kali pada 2018 dan 198 kali pada 2019.
“Dimensi hujan es juga berubah, dalam beberapa tahun terakhir bertumbuh pesat, contoh nyatanya dengan balok es asli jatuh dari langit, bahkan lebih besar dari bola tenis,” ujar Coldiretti.
Hujan es, yang disebut Coldiretti sebagai “iklim gila” ini, mampu menghancurkan seluruh ladang atau kebun sayur dan buah. Akibat hujan es, terjadi penurunan sebanyak 40 persen panen buah persik dan 50 persen panen nektarin.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.