SOLO, KOMPAS.TV - Ada tiga kejadian penting dalam sejarah yang bertepatan dengan hari ini: wafatnya Presiden Amerika Serikat ke-16 Abraham Lincoln, tenggelamnya kapal Titanic, meninggalnya pemimpin rezim Khmer Merah di Kamboja, Pol Pot.
Pada 15 April 1865, atau tepatnya hari ini 156 tahun silam, Abraham Lincoln tewas usai ditembak oleh John Wilkes Booth, seorang aktor kondang kelahiran Maryland. Lincoln dibunuh ketika sedang menyaksikan pertunjukan teater di Ford Theatre, Washington, bersama istrinya, Mary Todd Lincoln.
Konteks pembunuhan Lincoln kala itu adalah didesain demi membangkitkan kembali sisa-sisa kekuatan Konfederasi yang sudah terdesak. Keluarga Booth adalah pihak yang menyatakan dukungannya terhadap Konfederasi, di tengah pro dan kontra perbudakan yang jamak terjadi di bagian selatan AS.
Dua minggu sejak membunuh Lincoln, Booth dihukum gantung. Hal lain yang perlu dicatat adalah, sepanjang sejarah AS, empat dari 45 presiden mereka tewas dibunuh ketika menjabat--Lincoln, Andrew Garfield, William McKinley, dan John F. Kennedy--serta 12 di antaranya sempat mengalami percobaan namun gagal.
47 tahun berselang, tepatnya 15 April 1912, kapal Inggris, Titanic, tenggelam ketika tengah berlayar di Samudera Atlantik Utara, sekitar 400 mil di selatan Newfoundland, Kanada. Kapal yang dirancang oleh William Pirrie di Belfast dan dianggap sebagai kapal tercepat di dunia kala itu tenggelam pada pukul 02.20 pagi.
Titanic dirancang dengan ketelitian yang luar biasa pada zamannya. Kapal ini embentang 883 kaki atau sekitar 270 meter dari buritan ke haluan, dengan lambungnya dibagi menjadi 16 kompartemen yang dianggap kedap air. Empat dari kompartemen Titanic dapat tergenang air tanpa menyebabkan kehilangan daya apung yang kritis. Dengan rancangan seperti itu Titanic dianggap tidak dapat tenggelam.
Titanic berangkat dari Southampton pada 10 April 1912 dengan membawa sekitar 2.200 penumpang dan awak. Setelah berhenti di Cherbourg, Perancis, dan Queenstown, Irlandia, untuk mengambil beberapa penumpang terakhir, kapal besar itu berangkat dengan kecepatan penuh ke New York City.
Namun, sebelum tengah malam pada tanggal 14 April, RMS Titanic gagal menghindari gunung es dan memecahkan setidaknya lima kompartemen lambungnya. Kompartemen Titanic yang tidak ditutup mengakibatkan air dari kompartemen yang pecah memenuhi setiap kompartemen berikutnya. Hal ini menyebabkan haluan tenggelam.
Dengan jumlah sekoci yang sedikit dan kurangnya prosedur darurat yang memadai, lebih dari 1.500 tewas akibat tenggelam di kapal yang tenggelam atau mati beku di perairan Atlantik Utara yang dingin.
Sebagian besar dari 700 orang yang selamat adalah wanita dan anak-anak. Sejumlah warga Amerika dan Inggris tewas dalam tragedi itu, termasuk jurnalis Inggris terkenal William Thomas Stead dan pewaris kekayaan Straus, Astor, dan Guggenheim.
86 tahun berselang dari Atlantik Utara yang dingin, seorang jagal yang pernah membantai rakyat Kamboja selama bertahun-tahun, meninggal dalam status tahanan. Nama aslinya Saloth Sar, tapi dunia lebih mengenalnya dengan panggilan Pol Pot.
Kisah Pol Pot dimulai ketika ia pergi melanjutkan sekolah ke Perancis, namun malah bergabung dengan anggota aktif French Communist Party (PCF)--partai Marxist-Leninist terbesar di sana selama tiga tahun.
Usai kembali ke Saigon, Pol Pot bergabung dengan Khmer Vi t Minh, organisasi asal Vietnam yang berideologi Marxis-Leninist, lalu ikut bergerilya melawan Norodom Sihanouk yang baru saja membawa Kamboja merdeka dari Perancis, tapi gagal.
Kegagalan tersebut telah menempa diri Pol Pot. Selama bertahun-tahun ia menjadi seorang revolusioner yang tekun: membaca peta politik dan mempersiapkan waktu untuk angkat senjata. Terutama sejak Communist Party of Kampuchea (CPK) yang ikut didirikannya direpresi pemerintah Kamboja.
Kesabaran itu akhirnya tuntas. Pada 1975, dengan 12 divisi pemberontak, 100 batalion yang bergerak di Phnom Penh, serta bantuan dari milisi Vi t C ng, pasukan Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot berhasil menguasai seluruh Kamboja.
Dan yang selanjutnya terjadi adalah sejarah berdarah-darah.
Di bawah kaki Pol Pot, Kamboja berubah menjadi negara satu partai yang disebut Democratic Kampuchea dengan misi suci mewujudkan masyarakat komunis total. Namun dalam pemahaman Pol Pot pula, misi itu juga berarti: pembunuhan massal besar-besaran.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.