PYONGYANG, KOMPAS.TV - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un kembali menunjukkan kekejamannya dengan menghukum mati seorang Menteri Pendidikan di negaranya.
Menteri yang tak disebut namanya tersebut dieksekusi setelah dianggap gagal menerapkan pendidikan jarak jauh dan mengeluh kelelahan.
Hukuman tersebut diberikan Kim Jong-un setelah sebelumnya menyelidiki mengapa departemen sang pejabat gagal membuat kemajuan yang memuaskan terkait pendidikan jarak jauh.
Baca Juga: Berusia 90 Tahun, Yasuko Tamaki Dinobatkan Sebagai Manajer Kantor Tertua di Dunia
Penyelidikan dilakukan di Kementerian Pendidikan Tinggi oleh Organisasi Departemen dan Bimbingan (ODG).
Pada laporan mereka, usaha sang menteri diklaim tak cukup untuk menerapkan Undang-Undang Pendidikan Jarak Jauh dengan benar.
“OGD melakukan investigasi karena pihak komisi gagal menunjukkan peningkatan dan adanya beberapa kritikan terhadap kebijakan pemerintah,” bunyi laporan tersebut seperti diungkapkan Daily NRK.
Baca Juga: Kim Jong Un: Korea Utara Sedang Hadapi Situasi Paling Buruk
Laporan tersebut juga menyertakan bahwa anggota departemen kerap mengeluh mengenai pekerjaan mereka setiap dilakukan rapat.
Sedangkan yang lainnya mempertanyakan kurangnya sumber daya yang diberikan oleh negara.
Baca Juga: Melihat Lagi Parade Militer Korut, Kim Jong Un Pamer Rudal
Para pengawas juga dikatakan telah menyoroti lambannya penerapan pembelajaran jarak jauh, yang dianggap mengalami kemajuan yang buruk.
Setelah eksekusi mati terhadap menterinya, komisi baru telah diorganisir di bawah Presiden Universitas Kim Il-sung, Ri Guk-chol.
Salah satu tindakan yang akan dilakukan, mereka akan melakukan konferensi video secara reguler.
Baca Juga: Demi Selamatkan Pegunungan Victoria, Australia Berencana Musnahkan Kuda Liar dengan Tembakan Udara
Kim Jong-un memang tak segan untuk menghukum mati pejabatnya.
Tahun lalu ia dikabarkan mengorbankan seorang jenderal untuk dimakan ikan Piranha.
Sedangkan lima pembantunya dikabarkan dihukum mati oleh regu penembak setelah pertemuan dengan Donald Trumpa pada 2019.
Mereka dianggap gagal untuk membuat kesepakatan yang menguntungkan terjadi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.