YANGON, KOMPAS.TV - Junta militer Myanmar mengumumkan darurat militer di wilayah yang lebih luas di kota terbesar di negara itu, Yangon, menyusul tindakan pasukan keamanan membunuh puluhan pengunjuk rasa selama akhir pekan yang melawan kudeta militer bulan lalu.
PBB seperti dilansir Associated Press, Selasa, (16/03/2021) mengatakan setidaknya 138 pengunjuk rasa damai telah tewas di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari, termasuk sedikitnya 56 orang tewas selama akhir pekan.
Penyiar saluran TV milik militer Myanmar MRTV mengatakan hari Senin (15/03/2021) darurat militer diberlakukan di Dagon Utara, Dagon Selatan, Dagon Seikkan dan Okkalapa Utara, Yangon, juga di Hlaing Thar Yar dan Shwepyitha sejak Minggu malam
Lebih banyak kekerasan oleh aparat keamanan dilaporkan di seluruh negeri pada hari Senin, dengan sedikitnya delapan pengunjuk rasa di empat kota besar atau kecil tewas, menurut penyiar independen dan layanan berita Democratic Voice of Burma.
Foto dan video yang diposting di media sosial menunjukkan konvoi panjang truk memasuki Yangon.
Baca Juga: PBB: Sedikitnya 138 Pengunjuk Rasa Tewas Dibunuh Aparat Keamanan Myanmar Sejak Kudeta
Sedikitnya 38 orang tewas hari Minggu, mayoritas di daerah Hlaing Thar Yar di Yangon, dan 18 orang tewas pada Sabtu, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric. Jumlah tersebut termasuk wanita dan anak-anak, menurut angka dari kantor hak asasi manusia PBB.
Layanan internet diputus di sebagian Myanmar, membuat rumit upaya mengorganisir unjuk rasa baru serta liputan media meskipun akses internet masih tersedia melalui koneksi broadband statik.
Layanan data seluler selalu digunakan untuk menyiarkan liputan video langsung dari aksi unjuk rasa, seringkali menampilkan video pasukan keamanan menyerang para pengunjuk rasa.
Pemblokiran layanan internet memaksa sidan Aung San Suu Kyi mengalami penundaan di ibu kota Natpyitaw, kata pengacaranya Khin Maung Zaw.
Baca Juga: Minggu Berdarah! Jumlah Warga Tewas di Myanmar Lebih dari 30 Orang Dalam Satu Hari
Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditahan selama kudeta, dan mendapat dakwaan beberapa tindak pidana yang diyakini pendukung mereka bermotivasi politik untuk membuat mereka tidak berdaya secara politik.
Sejak pengambilalihan tersebut, Myanmar berada dalam keadaan darurat nasional, dengan para pemimpin militer bertanggung jawab mengambil alih seluruh sendi pemerintahan.
Tetapi pengumuman hari Minggu adalah pemberlakuan darurat militer pertama sejak kudeta dan mengindikasikan pengambilalihan upaya pengendalian situasi yang lebih langsung oleh militer daripada polisi.
Pengumuman hari Minggu mengatakan junta, yang secara resmi disebut Dewan Administrasi Negara, bertindak untuk meningkatkan keamanan dan memulihkan hukum dan ketertiban, dan komandan regional Yangon diberikan kekuasaan administratif, peradilan dan militer di bawah komandonya.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Berlakukan Darurat Militer di Yangon, Imbas Perusakan Pabrik China
Perintah tersebut mencakup enam dari 33 kota di Yangon, yang semuanya mengalami kekerasan besar dalam beberapa hari terakhir.
Setidaknya 22 pembunuhan oleh aparat keamanan terjadi di kotapraja Hlaing Thar Yar, kawasan industri dengan banyak pabrik yang memasok industri garmen, penghasil ekspor utama bagi Myanmar.
Beberapa pabrik, banyak di antaranya milik penanam modal asal China dibakar hari Minggu oleh pelaku tak dikenal.
Pembakaran tersebut membuat pengunjuk rasa mendapat teguran dari Kedutaan Besar China, yang pada gilirannya menerima curahan cibiran di media sosial karena mengungkapkan keprihatinan tentang pabrik tetapi tidak menyebutkan puluhan orang yang terbunuh oleh pasukan keamanan Myanmar.
Baca Juga: Sedikitnya 4 orang Ditembak Mati Dalam Protes Anti-Kudeta Hari Minggu di Myanmar
Empat kematian lainnya dilaporkan di kota Bago, Mandalay, dan Hpakant, menurut AAPP dan media lokal.
Para pengunjuk rasa dalam seminggu terakhir mulai mengambil pendekatan yang lebih agresif untuk membela diri, membakar ban di barikade dan mendorong balik kapan pun mereka bisa melawan serangan sebagai tanggapan atas kekerasan polisi yang makin menjadi-jadi.
Sebuah pernyataan muncul hari Minggu oleh Komite Mewakili Pyihtaungsu Hluttaw, anggota Parlemen terpilih yang tidak diizinkan untuk mengambil kursi mereka, yang menyatakan masyarakat umum memiliki hak hukum untuk membela diri melawan aparat keamanan.
Pyihtaungsu Hluttaw beroperasi di bawah tanah di Myanmar dengan perwakilan di luar negeri, memantapkan dirinya sebagai pemerintah bayangan yang mengklaim sebagai satu-satunya badan perwakilan sah warga negara Myanmar. Organisasi itu dinyatakan junta militer sebagai pengkhianat.
Baca Juga: Seorang Perempuan Ditembak Mati Dalam Sweeping yang dilakukan Polisi Myanmar
Di desa Kyae Nupyin, di kota Launglone, penduduk desa membaca teks Buddhis dan berdoa untuk keselamatan dan keamanan semua orang yang mempertaruhkan nyawa mereka dalam menghadapi respon yang semakin mematikan dari pasukan keamanan.
Daerah di sekitar kota kecil Dawei menjadi hot spot perlawanan terhadap militer. Di jalan pedesaan terdekat, konvoi panjang pengendara sepeda motor membawa pesan protes melalui desa-desa.
Di Dawei sendiri, para pengunjuk rasa membangun barikade dari bebatuan untuk menghalangi polisi di jalan-jalan utama. Pengunjuk rasa kota itu menggelar pawai, baik di pagi maupun sore hari, untuk mencoba menjaga momentum perlawanan berminggu-minggu terhadap kudeta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.