BANGUI, KOMPAS.TV - Republik Afrika Tengah melakukan pemilihan di tempat pemungutan suara yang dijaga ketat dalam putaran kedua pemilihan parlemen pada hari Minggu setelah gelombang kekerasan oleh kubu pemberontak merusak pemilihan bulan Desember lalu, seperti dilaporkan Daily Sabah, Minggu, (14/03/2021)
Pemungutan suara dimulai dengan lancar hanya dengan sedikit penundaan di seluruh ibu kota Bangui, kata KPU negara itu. Antrian kecil penduduk terlihat menunggu untuk memberikan suara ketika sejumlah besar polisi dan gendarmerie berdiri.
"Sejauh ini di Bangui berjalan dengan baik," kata juru bicara Komisi Pemilihan Umum Theophile Momokoama melalui telepon.
Pihak berwenang sangat ingin menghindari terulangnya kekacauan seputar pemungutan suara bulan Desember lalu ketika Presiden Faustin Archange Touadera memenangkan pemilihan, tetapi pemberontak yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa didukung oleh mantan Presiden François Bozize, berusaha mengambil kendali atas tuduhan kecurangan pemungutan suara.
Baca Juga: Presiden Republik Afrika Tengah, Faustin Touadera, Terpilih Kembali Untuk Masa Jabatan Kedua
Para pemberontak mengepung ibu kota Bangui pada Januari kemarin, mencekik pasokan makanan, memaksa lebih dari 200.000 mengungsi dari rumah mereka dan meningkatkan kekhawatiran negara itu tergelincir kembali ke dalam konflik sektarian yang telah menewaskan ribuan orang selama satu dekade terakhir.
Pemungutan suara hari Minggu termasuk pemilihan putaran kedua di 49 distrik pemilihan dan pemungutan suara putaran pertama di 69 distrik di mana kekerasan menghentikan pemungutan suara berlangsung bulan Desember lalu.
Pemerintah Republik Afrika Tengah dan misi penjaga perdamaian PBB MINUSCA sama-sama menyatakan keyakinan pemilihan hari Minggu akan berlangsung damai karena pasukan tambahan di lapangan dan gagalnya serangan pemberontak beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Rakyat Republik Afrika Tengah Lakukan Pemungutan Suara
Tetapi situasinya jauh dari stabil di negara kaya emas dan berlian berpenduduk 4,7 juta orang itu yang telah berulang kali mengalami serangan kekerasan sejak penggulingan Bozize pada 2013.
Jumlah pemilih yang rendah pada bulan Desember karena ketidakamanan mendorong kandidat oposisi untuk memperdebatkan keabsahan hasil tersebut.
Pensiunan guru Bertrand Dena, 50, mengatakan dia diyakinkan oleh kehadiran polisi dalam jumlah banyak di tempat pemungutan suara di Bangui.
"Saat Anda memilih, Anda menginginkan perdamaian," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.