WASHINGTON, KOMPAS.TV – Pada Minggu (21/2/2021), jumlah kematian akibat virus corona di Amerika Serikat (AS) hampir mencapai 500.000 jiwa. Satu tahun setelah pandemi, total nyawa yang hilang adalah sekitar 498.000. Jumlah ini kira-kira sama dengan populasi Kansas City di AS.
Angka tersebut dihimpun oleh Universitas Johns Hopkins dan telah melampaui jumlah orang yang meninggal pada 2019 akibat penyakit pernapasan bawah kronis, stroke, Alzheimer, flu, dan pneumonia.
"Ini belum pernah kami alami dalam 102 tahun terakhir, sejak pandemi influenza 1918," kata pakar penyakit menular terkemuka di AS, Dr. Anthony Fauci, seperti dikutip dari CNN.
Baca Juga: Sanksi Pilkada Lemah, Korban Corona Bertambah? - ROSI (Bag 3)
Korban tewas akibat virus di AS telah mencapai 400.000 orang pada 19 Januari, di hari terakhir Presiden Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS, yang dinilai telah gagal menangani pandemi.
Kematian pertama yang diketahui akibat virus di AS terjadi pada awal Februari 2020, yang terjadi di Santa Clara County, California. Butuh empat bulan untuk mencapai 100.000 orang tewas di negara ini. Kemudian kematian mencapai 200.000 orang pada September 2020 dan 300.000 orang pada Desember 2020. Kemudian dibutuhkan lebih dari satu bulan untuk kembali meningkat dari 300.000 menjadi 400.000 orang. Selanjutnya dibutuhkan sekitar dua bulan untuk naik lagi dari 400.000 ke 500.000 orang.
Joyce Willis dari Las Vegas adalah salah satu warga AS yang kehilangan anggota keluarga selama pandemi. Suaminya, Anthony Willis, meninggal pada 28 Desember, diikuti oleh ibu mertuanya pada awal Januari.
Baca Juga: Merasa Prihatin, Warga Purworejo Sediakan Lahan 3 Hektar untuk Korban Corona
Dia menerima telepon dari ruang ICU dengan perasaan cemas, saat suaminya dirawat di rumah sakit. Dia tidak dapat bertemu suaminya sebelum meninggal.
“Mereka sudah pergi. Orang yang Anda cintai sudah pergi, tetapi Anda masih hidup, ”kata Willis. “Sepertinya Anda masih harus bangun setiap pagi. Anda harus merawat anak-anak Anda dan mencari nafkah. Tidak ada jalan lain. Anda hanya harus tetap melanjutkan hidup,” katanya seperti dikutip dari the Associated Press.
Namun mimpi buruk itu belum berakhir. Setelah itu, dia masih harus merawat ayah mertuanya sambil menghadapi kesedihan, mengatur pemakaman, membayar tagihan, dan membantu anak-anaknya untuk tetap sekolah online. Selain itu, dia tetap harus mencari cara untuk kembali bekerja sebagai terapis okupasi.
Ayah mertuanya yang merupakan seorang dokter hewan, juga tertular virus tersebut. Dia juga menderita masalah pernapasan dan meninggal pada 8 Februari. Keluarganya tidak yakin apakah Covid-19 menjadi penyebab kematiannya.
Baca Juga: Jumlah Korban Meninggal Akibat Covid-19 Brasil tembus 245.000 Orang
"Beberapa hari saya merasa baik-baik saja dan di hari lain saya merasa seperti saya kuat dan saya bisa melakukan ini," katanya. "Dan di hari lain saya tersadar. Seluruh dunia saya terbalik," ujarnya.
Menurut Universitas John Hopkins, jumlah korban tewas di seluruh dunia kini telah mencapai 2,5 juta jiwa. Jumlah ini didapatkan dari angka yang diberikan oleh lembaga pemerintah di seluruh dunia. Namun jumlah kematian sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.