NEW YORK, KOMPAS.TV - Dewan Keamanan PBB akan segera bersidang hari Selasa, (02/02/2021) untuk membahas kudeta militer di Myanmar, yang disebut Sekjen PBB Antonio Guterres sebagai "pukulan serius bagi reformasi demokrasi," di negara Asia Tenggara itu.
Duta besar Kerajaan Inggris untuk PBB, Barbara Woodward adalah presiden Dewan Keamanan PBB bulan ini.
Hari Senin (01/02/2021) Woodward mengatakan Dewan Keamanan PBB akan melihat "sederet upaya" untuk tetap menjunjung hasil pemilihan umum Myanmar tanggal 8 November tahun lalu yang dimemangkan partai Aung San Suu Kyi, serta untuk membebaskan penerima Nobel itu dari tahanan militer.
Baca Juga: Lakukan Kudeta, Biden Ancam Akan Beri Sanksi Pada Myanmar
Woodward mengatakan," saat ini, kami tidak memiliki ide tentang tindakan," di PBB, 'tindakan' biasanya berarti sanksi.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, PBB belum dapat menghubungi para pejabat di ibukota, dan belum mendapat informasi tentang siapa yang ditahan.
Dujarric mengatakan, PBB kuatir tindakan militer itu "mungkin akan membuat situasi memburuk" bagi sekitar 600,000 pengungsi Rohingya yang masih berada di negara bagian Rakhine, Myanmar Utara, termasuk 120,000 orang "yang singkatnya terkurung di berbagai kamp (pengungsi),"
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Pertarungan Politik Apa Yang Terjadi dan Bagaimana Nasib Aung San Suu Kyi? Yuk Simak
Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet hari Senin malam waktu Jenewa (01/02/2021) menyatakan sangat khawatir dengan situasi di Myanmar, dimana dirinya mendapat laporan ada 45 orang pucuk tertinggi Myanmar yang ditahan militer, dan mendesak pemerintah militer untuk membebaskan mereka secepatnya.
Dalam pernyataannya, Bachelet dari Jenewa mengatakan, saat ini ada "kekhawatiran yang mendalam akan terjadinya pemberantasan suara-suara yang menentang" dan mendesak kaum militer untuk "menahan diri dari penggunaan kekuatan yang tidak perlu, maupun berlebihan,"
"Saya mendesak dunia internasional untuk berdiri saat ini bersama rakyat Myanmar, dan bagi setiap negara yang memiliki pengaruh untuk mengambil langkah demi mencegah kemajuan demokrasi dan HAM yang saat ini sudah dicapai, walaupun rapuh, selama masa transisi dari kekuasaan militer," kata Bachelet.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Thailand dan Kamboja Tak Mau Ikut Campur, Filipina Prioritaskan Warganya
Partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi, Liga Nasional Untuk Demokrasi meraih kemenangan besar pada pemilu November kemarin, membuat malu partai yang didukung kelompok militer.
Penguasa militer mengambil alih negara hari Senin, (01/02/2021) beralasan karena pemerintahan NLD dibawah Aung San Suu Kyi tidak menanggapi apalagi menindaklanjuti tudingan berbagai kecurangan pemilu yang dilancarkan militer.
Militer Myanmar, atau Tatmadaw, telah mengambil lih kendali negara dan menerapkan status darurat selama satu tahun ke depan.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Kuasai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, Militer Umumkan Pemilu Tahun Depan
Penasihat negara Aung San Suu Kyi, presiden, dan jajaran pemimpin pemerintahan dilaporkan sudah berada dibawah tahanan militer.
Wakil Presiden Myint Swe ditunjuk menjadi penjabat presiden dan militer memberlakukan status darurat selama satu tahun sekaligus akan menggelar pemilu baru.
Belum diketahui bagaimana nasib dan nyawa para pemimpin demoratis Myanmar tersebut, dan apakah pemerintahan yang digulingkan dapat kembali ikut pemilu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.