JAKARTA, KOMPAS.TV – Studi di salah satu panti jompo di Amerika Serikat telah menunjukan hasil bahwa antibodi monokolnal dapat menyembuhkan pasien Covid-19.
Sejak Desember 2020, antibodi monoklonal yang juga menyembuhkan Donald Trump dari Covid-19 pada Oktober 2020, juga sudah diproduksi massal.
Dilansir dari Science Mag, sang prosuden, Eli Lily, berharap antibodi monoklonal ini akan memberikan cara tambahan untuk melindungi orang yang terkena pernyakit serius akibat pandemi virus corona.
Antibodi monoklonal yang diproduksi Eli Lily dan campuran dua antibodi serupa dari Regeneron Pahrmaceuticals telah menerima izin penggunaan darurat (EUA) sebagai obat terapi bagi mereka yang terinfeksi Covid-19.
Studi baru menyebutkan hampir 1.000 orang penghuni dan staf di panti tersebut mendapatkan satu infus antibodi monoklonak yang mengandung empat kali dosis, untuk tujuan terapeutik atau plasebo.
Antibodi monoklonal juga disebutkan mampu mengurangi risiko terkena Covid-19 dalam waktu 8 minggu dengan presentase 57 persen.
Baca Juga: Gorila di San Diego Pulih Gunakan Terapi Covid-19 Donald Trump bernama Antibodi Sintetik Monoklonal
Satu pertiga dari penghuni panti yang merupakan peserta ujia coba mencatat risiko Covid-19 turun hingga 80 persen. Sementara itu, terjadi 4 kematian dalam penelitian yang berada di kelompok plasebo.
“Saya sangat senang dengan hasil ini,” kata Davey Smith, dokter penyakit menular di Universitas California, San Diego yang juga tergabung dalam penelitian.
Smith mengatakan bahwa antibodi monoklonal bisa sangat membantu di fasilitas perawatan jangka panjang.
Meski demikian, terdapat data bahwa antibodi monoklonal mampu bekerja lebih baik pada penghuni panti ketimbang staf. Ahli statistik juga mengabaikan detil tersebut.
Janelle Sabo dari Eli Lilly menjelaskan bahwa penelitian tersebut dilakukan untuk mengukur pengurangan risiko Covid-19 pada penghuni yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap penularan Covid-19.
Terlebih penghuni panti jompo tersebut berusia tua dan kekebalan tubuh yang lemah serta memiliki penyakit penyerta.
Sementara itu, kata Sabo, staf menghabiskan waktu yang lebih sedikit di panti dan dapat bekerja dari rumah saat pandemi.
Baca Juga: Ini Beda Rapid Test Antigen, Rapid Test Antibodi dan PCR
Myron Cohen dari Fakultas Kedokteran di University of North Carolina School of Medicine mengatakan bahwa dirinya berharap doses pencegahan dapat diberikan semuah suntikan subkutan yang lebih mudah digunakan ketimbang infus. Kini, strategi tersebut sudah mulai dilakukan.
Cohen juga mengatakan bahwa orang yang sudah diberikan antibodi Covid-19 mungkin tidak membutuhkan antibodi monoklonal.
Selain kemampuan antibodi monoklonal yang mampu menurunkan risiko Covid-19 hingga 57 persen, antibodi ini juga memiliki kelemahan, yakni mampu menurunkan kefektivan vaksin.
Namun hal tersebut perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Eli Lily berencana melakukan pengujian tersebut pada orang yang sudah divaksin. Antibodi monoklonal juga bisa kehilangan kemampuan jika virus terus bermutasi.
Cohen mengatakan bahwa antibodi ini bisa digunakan oleh orang tua yang cenderung memiliki kekebalan tubuh yang rendah dan orang yang tidak memiliki respon terhadap vaksin.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.