MANILA, KOMPAS.TV — Filipina menyatakan protes menanggapi terbitnya Undang-Undang di China yang memberi otoritas pada pasukan penjaga pantai China untuk menembaki kapal asing dan menghancurkan bangunan negara lain di pulau yang di klaim oleh China, demikian dikatakan seorang diplomat senior Filipina seperti dikutip Associated Press, Rabu (27/01/2021)
Menteri luar negeri Teodoro Locsin Jr mengatakan di twitter, undang-undang baru China itu sama saja dengan, ancaman perang secara verbal kepada seluruh negara yang bertentangan," dengan aturan itu, serta tidak melawan undang-undang itu sama saja dengan 'tunduk atas aturan' itu, tutur Locsin.
"Menegakkan undang-undang adalah prerogatif setiap negara, tapi ini -melihat wilayah yang tercakup, dalam hal ini Laut China Selatan - adalah ancaman perang secara verbal kepada setiap negara yang bertentangan dengan aturan itu," tutur Locsin.
Baca Juga: China Resmi Izinkan Kapal Penjaga Pantai Tembak dan Tahan Kapal Asing
Undang-undang Penjaga Pantai China, yang disahkan hari Jum'at lalu itu memberi wewenang kepada pasukan penjaga laut China "mengambil langkah apapun yang diperlukan, termasuk penggunaan senjata, saat kedaulatan nasional dan hak atas kedaulatan, dan yurisdiksi, dilanggar secara ilegal oleh lembaga atau individu asing di lautan,"
Undang-undang itu juga memberi otoritas kepada pasukan penjaga pantai untuk menghancurkan infrastruktur yang dibangun di terumbu karang atau pulau yang diklaim China, untuk menyita, maupun memerintahkan kapal asing yang memasuki wilayah teritorial China untuk pergi.
Undang-undang baru China ini meningkatkan kemungkinan benturan dan bentrokan dengan negara-negara maritim regional, termasuk Indonesia, dimana China mengklaim sebagian zona ekonomi eksklusif Indonesia yang dikenal sebagai nine-dash-line.
Baca Juga: Kapal Coast Guard China Berhasil Diusir dari Laut Natuna Utara
Amerika Serikat tidak memiliki klaim di Laut China Selatan namun kekuatan lautnya menantang klaim China di seluruh Laut China Selatan. China sudah memperingatkan Amerika Serikat untuk menjaga jarak dari apa yang dikatakan China sebagai sengketa murni di Asia.
Ketegangan memuncak beberapa tahun terakhir setelah China membangun diatas tujuh terumbu karang yang disengketakan di kepulauan Spratly, wilayah yang paling disengketakan di seluruh Laut China Selatan, dimana China membangun wilayah itu menjadi basis militer yang dilindungi peluru kendali, termasuk tiga landas pacu militer.
Baca Juga: Detik-Detik Manuver Kapal Coast Guard China pada KRI Usman Harun di Natuna
China dan negara-negara Asia Tenggara selama ini merundingkan tata perilaku regional untuk menurunkan potensi agresi di wilayah laut yang disengketakan, namun mandek karena pandemi Covid-19.
Pasukan penjaga laut China juga aktif di wilayah tidak berpenghuni Laut China Timur yang dikuasai Jepang namun diklaim oleh Beijing.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.