LONDON, KOMPAS.TV – Jelang setahun sejak Covid-19 merebak di Eropa, lebih dari 100.000 orang tercatat telah meninggal di Inggris setelah terpapar Covid-19.
Dengan jumlah 100.000 kematian, Inggris menduduki peringkat ke-5 terkait angka kematian akibat Covid-19 setelah Amerika Serikat (AS), Brasil, India dan Meksiko. Rekor angka kematian tertinggi dipegang oleh AS dengan lebih dari 400.000 kematian. Namun, jumlah penduduk AS yang sekitar 330 juta penduduk, 5 kali lebih banyak dibanding jumlah populasi Inggris.
Baca Juga: Virus Varian Baru dari Inggris Kemungkinan Lebih Mematikan!
Departemen Kesehatan Inggris menyatakan pada Selasa (26/1), sebanyak 100.162 orang telah meninggal usai dinyatakan positif Covid-19. Jumlah tersebut termasuk 1.631 kematian yang tercatat pada hari Selasa.
Jumlah angka kematian ini dihitung pada orang-orang yang meninggal dalam jangka waktu 28 hari setelah dinyatakan positif Covid-19. Jumlah total sebenarnya, seperti yang juga terjadi di banyak negara lain, kemungkinan jauh lebih tinggi, karena banyaknya kasus Covid-19 yang belum terdeteksi di awal pandemi. Sejumlah badan statistik Inggris mencatat, angka kematian terkait Covid-19 di Inggris mencapai lebih dari 108.000.
“Sulit untuk menghitung kesedihan yang ada dalam statistik suram itu,” ujar Perdana Menteri Inggris Boris Johnson muram dalam sebuah konferensi pers seperti dilansir dari Associated Press.
Baca Juga: Covid-19 Melonjak Lagi di Inggris, Festival Glastonbury Kembali Dibatalkan
Jumlah kematian Covid-19 di Inggris ini 2 kali lipat lebih banyak dari jumlah korban tewas dalam serangan bom Jerman ke Inggris di tahun 1940 – 1941. Pun, 30.000 lebih banyak dari jumlah total warga sipil Inggris yang tewas selama enam tahun Perang Dunia ke-2.
Korban tewas pertama Covid-19 di Inggris bernama Peter Attwood, seorang pensiunan berusia 84 tahun yang meninggal pada 30 Januari 2020 lalu. Kasus kematiannya baru terkonfirmasi sebagai akibat Covid-19 beberapa bulan kemudian.
Setahun berjalan, ratusan ribu warga Inggris pun kehilangan satu per satu anggota keluarga mereka.
Di satu sisi, komorbid atau penyakit bawaan yang diderita para pasien Covid-19 seperti obesitas dan penyakit jantung, juga jurang antara yang kaya dan miskin, turut andil menyebabkan kian parahnya jumlah kematian Covid-19.
Baca Juga: Penelitian di Inggris Ungkap Dampak Kesehatan Serius Yang Harus Dijalani Penyintas Covid-19
Namun, pengambilan keputusan selama pandemi juga berperan penting. Oleh para ilmuwan, pemerintahan Konservatif Johnson dituding telah menunggu terlalu lama sebelum memberlakukan karantina wilayah di bulan Maret tahun lalu saat penularan COvid-19 merambat naik dengan cepat. Para ahli epidemiologi menyebut, pemberlakukan karantina wilayah seminggu lebih cepat akan mampu memangkas jumlah kematian hingga setengahnya.
Seperti di banyak negara Eropa, kasus Covid-19 menurun selama musim panas, lalu merambat naik lagi. Meski program vaksinasi sudah dimulai, varian baru virus yang ditemukan di Inggris bagian tenggara membuat kasus penularan virus kembali melonjak tajam. Untuk meredamnya, Inggris kembali memberlakukan karantina wilayah.
Johnson – yang sempat dirawat selama seminggu di rumah sakit akibat terpapar Covid-19 pada April tahun lalu – sempat menjanjikan penyelidikan menyeluruh terkait penanganan pandemi oleh pemerintahnya.
“Tentu saja kita akan belajar dari pengalaman ini, dan tentu, ini juga akan menjadi refleksi bagi kita untuk lebih bersiap diri menghadapi pandemi selanjutnya,” ujarnya pekan lalu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.