MOSKOW, KOMPAS.TV – Presiden Rusia Vladimir Putih tidak akan menyampaikan ucapan selamat pada presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Joe Biden sampai hasil pilpres AS dinyatakan selesai secara resmi.
Putin menjadi satu dari sejumlah pemimpin negara yang tidak mengeluarkan pernyataan terkait kemenangan Biden yang diumumkan di banyak media massa seluruh dunia pada Sabtu pekan lalu. Apalagi, Presiden AS petahana Donald Trump menolak mengakui kekalahannya, dan tim Trump tengah mempersiapkan langkah hukum atas klaim tanpa bukti bahwa Trump telah dicurangi dalam pilpres AS.
Padahal, ketika Trump menang pilpres 2016 silam, Putin segera menyampaikan ucapan selamat, meski rival Trump saat itu, Hillary Clinton, juga menolak mengakui kekalahannya sehari setelah pilpres berlangsung.
Baca Juga: Putin Tak Akan Pernah Izinkan Media Rusia Terbitkan Karikatur Nabi Muhammad
Seperti dilansir dari Associated Press, Senin (9/11), juru bicara Putin, Dmitry Peskov menyatakan pada para wartawan bahwa tahun ini situasinya berbeda.
“Jelas terlihat ada prosedur hukum tertentu yang akan berlangsung di sana, yang diumumkan oleh presiden petahana. Maka dari itu, situasinya berbeda, jadi kami menganggap bahwa sudah benar untuk menunggu pengumuman resmi,” katanya para para wartawan.
Pemimpin Cina, Brasil dan Turki juga belum mengucapkan selamat bagi Biden. Pun, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menyatakan, ia akan menunggu hingga hasil kekisruhan seputar pilpres AS selesai ditangani.
Juru bicara Menteri Luar Negeri Cina Wang Wenbin juga menyampaikan penjelasan senada tentang mengapa Presiden Xi Jinping juga masih bungkam.
“Kami mengerti hasil pilpres AS akan ditentukan sesuai hukum dan prosedur AS,” ujarnya.
Peskov menambahkan, jika saatnya tiba, Putin akan menyampaikan ucapan selamat sesuai protokol.
“Saya mengingatkan Anda bahwa Vladimir Putin telah mengatakan lebih dari sekali bahwa ia akan menghormati pilihan rakyat AS, dan akan siap bekerja sama dengan semua presiden terpilih AS,” katanya.
Baca Juga: Vladimir Putin Mundur sebagai Presiden Rusia Tahun Depan karena Parkinson, Ini Kata Kremlin
Untuk saat ini, sikap Putin yang masih berdiam diri juga mengakibatkan tertundanya pertanyaan tentang bagaimana memperbaiki hubungan antar kedua negara. Pada 2016, para politisi Rusia memuji kemenangan Trump dan berharap Trump memenuhi janjinya memperbaiki hubungan AS dengan Rusia. Namun, pada kenyataannya, pemerintahan Trump mengecewakan Moskow dengan memberlakukan sanksi, mengusir sejumlah diplomat Rusia menyusul insiden pembunuhan melalui racun terhadap agen ganda Sergei Skripal di Inggris, dan mengijinkan penjualan senjata mematikan ke Ukraina.
Namun, secara karakter, Rusia tetap waspada pada pemerintahan Demokrat AS lantaran mereka cenderung blak-blakan menyampaikan kritik ke Rusia seputar isu hak asasi manusia dan demokrasi.
Biden, dalam kunjungan ke Rusia sebagai wakil presiden di tahun 2011, menekankan pendekatan itu dalam pidatonya di Universitas Patung Moskow, institusi pendidikan tinggi paling bergengsi di Rusia.
“Jangan kompromi pada elemen-elemen dasar demokrasi. Kalian tidak perlu membuat kesepakatan Faustian,” kata Biden pada para mahasiswa, menyitir perjanjian yang dibuat tokoh protagonis dalam legenda Jerman, Faust, yang membuat perjanjian dengan setan: menukar jiwanya dengan kesenangan duniawi tanpa batas. ‘Faust’ dan kata sifat ‘Faustian’ merujuk pada situasi saat seseorang yang ambisius menyerahkan integritas moralnya untuk mendapatkan kekuasaan dan kesuksesan selama jangka waktu tertentu.
Baca Juga: Protes Presiden, Warga Ukraina Bentrok dengan Aparat
Di mata Rusia, sosok Biden juga tercemar dengan menjadi orang penting dalam pemerintahan Obama di Ukraina pasca protes yang melengserkan presiden Ukraina – yang didukung Rusia – saat itu dari kekuasaan di tahun 2014. Rusia berpendapat, kerusuhan itu digerakkan oleh AS.
Para pejabat Rusia kerap menyalahkan kendala dalam hubungan Moskow – Washington selama pemerintahan Trump pada ‘Russofobia’ yang berkelanjutan dari masa Obama. Beberapa pejabat berpendapat, fobia ini bisa meningkat di bawah pemerintahan Biden.
“Dengan kemenangan Demokrat, sangat dimungkinkan terjadinya balas dendam dari semua kekuatan non-konservatif di seluruh dunia. Jika kita bicara tentang konsekuensi langsung dan sederhana, ini berarti akan lebih banyak Russofobia di Eropa, lebih banyak kematian di Ukraina timur dan di banyak tempat rawan lain, juga sanksi-sanksi politik,” ujar Konstantin Kosachev, ketua komite urusan luar negeri di MPR Rusia, yang pandangannya biasanya mewakili pandangan pemerintahan Rusia.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 dari Rusia Mampu Tunjukan Respons Imun
“Pasca era Soviet, pemerintahan Biden mungkin kembali ke kebijakan yang lebih tegas, dan ini sangat menakutkan bagi Moskow,” ujar Fyodor Lukyanov, seorang editor harian Rusia pada kantor berita Rusia, Tass.
Bagaimanapun, Kosachev dan Lukyanov mencatat bahwa pemerinthan Biden kemungkinan akan lebih menyetujui kerja sama internasional, khususnya dalam pengawasan senjata seperti memperbarui perjanjian START yang baru antara Rusia dan AS yang akan berakhir tahun depan.
Kosachev juga menyebut bahwa pemilihan Biden akan melunturkan keluhan tentang campur tangan Rusia di pilpres AS, sehingga memperlancar jalan menuju kesepakatan-kesepakatan persenjataan.
“Bukan berarti kami yakin Washington akan sadar. Namun setidaknya, penyebab iritasi utama bisa hilang. Bukankah ini alasan untuk dimulainya kembali perundingan, misalnya tentang pengendalian persenjataan? Kami pasti siap,’ pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.