JAKARTA, KOMPAS.TV- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Center of Economic and Law Studies (Celios) membuka pos pengaduan secara daring bagi warga yang terdampak dugaan pengoplosan Pertamax.
Dalam siaran pers bersama yang diterima Kompas.tv, Jumat (28/2/2025), pos pengaduan yang dibuka sejak 26 Februari 2025 itu telah menerima 426 pengaduan warga yang merasa terdampak.
Masyarakat bisa langsung datang ke kantor LBH Jakarta di Jl. Pangeran Diponegoro No.74, Pegangsaan, Kec. Menteng.
Untuk memperluas akses pengaduan, mulai 28 Februari 2025, LBH Jakarta dan Celios juga membuka pengaduan secara online. Yakni dengan mengkases tautan berikut ini.
Baca Juga: Dony Oskaria Sebut Korupsi PT Pertamina Tak Akan Berimbas ke Danantara!
Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan, sejak Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023, ruang publik diisi oleh berbagai keresahan warga.
Pasalnya, terdapat dugaan modus korupsi berupa manipulasi bahan bakar minyak (BBM) beroktan 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax) yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga.
Sehingga BBM jenis Pertamax yang beredar diduga kuat merupakan hasil oplosan dari BBM jenis Pertalite. Para tersangka disebut menyebabkan kerugian yang ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun, yang terjadi hanya dalam kurun waktu satu tahun.
"Dalam pemantauan di sosial media yang kami lakukan, secara umum, banyak warga mengungkapkan keresahannya terkait kejadian ini. Mulai dari merasa tertipu oleh Pertamina, hingga kondisi kendaraan bermotornya yang memburuk akibat kualitas BBM jenis Pertamax yang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan Pertamina," ungkapnya.
Baca Juga: Komisi VI DPR RI Panggil Pertamina 12 Maret 2025, Bahas Kasus Korupsi Pengoplosan Pertamax-Pertalite
"Keresahan warga semakin besar lantaran pihak Pertamina menyampaikan sanggahan-sanggahan terhadap polemik ini tanpa disertai bukti yang jelas dan akurat," tambahnya.
Menurut Fadhil, Pertamina tidak bisa asal menyampaikan klarifikasi atau sanggahan. Perlu ada pemeriksaan mendalam oleh tim independen yang terjamin dan teruji integritasnya.
Tim tersebut harus diisi oleh para ahli di bidang terkait dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan pemeriksaan tersebut, harapannya, ditemukan fakta-fakta kredibel yang dapat dipercaya oleh masyarakat.
Jika benar dugaan pengoplosan ini terjadi, lanjutnya, hal ini berdampak pada kerugian warga sebagai konsumen utama BBM.
Baca Juga: MA Perberat Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun Penjara
"Dalam konteks tersebut, warga memiliki hak untuk mengambil langkah hukum sesuai dengan kebutuhannya untuk mendapatkan pemulihan dan menjamin kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa depan," ujarnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.