JAKARTA, KOMPAS.TV - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, risiko perekonomian global semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan.
Terutama setelah Donald Trump memenangkan Pilpres Amerika Serikat.
Perry mengatakan, perkembangan politik di AS diprakirakan akan diikuti dengan arah kebijakan fiskal lebih ekspansif dan strategi ekonomi berorientasi domestik (inward looking policy).
Termasuk penerapan tarif perdagangan yang tinggi dan kebijakan imigrasi yang ketat.
"Perkembangan ini akan berdampak pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kembali meningkatnya inflasi dunia," kata Perry dalam keterangan resminya di kantor BI, Jakarta Rabu (20/11/2024).
Baca Juga: Kemendag Harap Kinerja Ekspor RI ke AS Tetap Meningkat di Bawah Proteksionisme Trump
Ia menilai, proses penurunan inflasi di AS akan berjalan lebih lambat sehingga penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan juga akan lebih terbatas.
Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury, baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Perubahan politik di AS tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
Akibatnya, tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia semakin tinggi dan terjadi aliran keluar portofolio asing, termasuk dari negara Emerging Market (EM).
Baca Juga: Trump Diyakini Ingin Bikin Iran Bangkrut, Demi Lemahkan Kemampuan Biayai Proksi dan Senjata Nuklir
"Penguatan respons kebijakan diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburuknya rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara EM, termasuk Indonesia," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Perry mengumumkan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 November 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Ia menyatakan, keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Juga: Trump Menangi Pilpres AS, Kapolri Instruksikan Jajaran Antisipasi Banjir Produk Impor di Indonesia
Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar Rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan," ucapnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.