"Ada juga konsumen dari produk keuangan seperti BNPL (buy now paylater) yang mempunyai kredit bulanan hingga memiliki cicilan sebesar 95 persen dari penghasilan per bulan. Artinya, apabila debitur tersebut memiliki penghasilan Rp10 juta, maka Rp9,5 juta dipakai untuk membayar utang," tuturnya.
Di sisi lain, Kiki menegaskan pihak OJK juga mendorong seluruh penyelenggara keuangan mengedepankan consumer well-being, bukan hanya fokus meningkatkan penjualan produk keuangan semata.
“Jadi, jangan sampai orang itu didorong untuk menggunakan produk, tapi akhirnya bukan untuk kesejahteraan, tapi malah kemudian menjerumuskan mereka. Jadi, anak muda jangan hanya sudah bisa untuk pakai, tapi juga harus diajarkan supaya mereka bijaksana untuk menggunakan,” tegasnya.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan OJK pada tahun 2022, indeks literasi dan inklusi keuangan pelajar masing-masing sebesar 47,56 persen dan 77,80 persen.
Baca Juga: Per 1 Februari 2024, Pembayaran Damri Bandara Soekarno Hatta hanya Bisa Non Tunai
Artinya, sebagian besar pelajar yang menggunakan jasa keuangan, belum memahami betul manfaat dan risiko layanan yang mereka gunakan.
Indeks tersebut berada di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan secara nasional yaitu sebesar 49,68 persen dan 85,10 persen.
Kiki Widyasari juga menghimbau pelajar untuk tidak mudah tergiur oleh berbagai gaya hidup yang tidak produktif serta senantiasa waspada terhadap berbagai penawaran investasi ilegal yang seringkali mengiming-imingi dengan imbal hasil yang tinggi dan pinjaman online ilegal serta praktik judi online.
“Apapun cita-cita kalian, belajar literasi keuangan adalah suatu keharusan karena ini akan sangat membantu dalam menyiapkan masa depan dan terhindar dari jebakan-jebakan yang berbahaya dan bisa mempengaruhi kalian dalam meraih cita-cita itu," tandasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.