“Di masa transisi ini, lebih baik yang perhatikan (infrastruktur) yang sudah ada. Untuk jangka panjang, finalisasi sistem perekeretaapian Jakarta-Surabaya, Jakarta-Bandung yang lebih baik. Jangan bergantung pada satu teknologi yang lebih bagus, tapi integrasinya, harganya belum siap,” tuturnya.
Baca Juga: KA Cepat Jakarta-Surabaya Masuk Blueprint Kemenhub: Gunakan Kereta Merah Putih Buatan INKA
Yayat juga menilai proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya akan sangat membebani keuangan negara dan BUMN. Apalagi, proyek itu juga belum masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2024-2029.
Yayat mengungkap, ada dua rute yang dipertimbangkan pemerintah untuk jadi lintasan KA Cepat Jakarta-Surabaya. Yaitu Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya dengan kecepatan 230km/jam. Kemudian rute Jakarta-Tegalluar-Kertajati-Purwokerto-Yogyakarta-Solo-Madiun-Surabaya.
“Pertanyaannya, masuk target rencana Pembangunan RPJMN 2024-2029 enggak? Itu beban APBN akan sangat berat, BUMN juga, siapa swasta yang tertarik karena investasinya tinggi,” kata Yayat.
“Kalau mau diteruskan, mau APBN lagi? Mau utang lagi? Biayanya terlalu besar,” ujarnya.
Menurutnya, investor asing juga akan berpikir panjang sebelum menanamkan modalnya di proyek ini. Jepang misalnya, pasti akan meminta keistimewaan yang sama seperti yang diberikan pemerintah terhadap China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Baca Juga: Kata Pengamat soal Rencana Kereta Cepat Jakarta-Surabaya: Biayanya Terlalu Besar, Mau Utang Lagi?
“Kan banyak yang bilang kereta cepat ini sampai kiamat juga enggak akan balik modal. Kalau nilai investasinya enggak akan kembali selamanya, itu susah siapa yang mau. Karena bukan hanya sekedar ada kereta cepat atau tidak, tapi juga harus ditopang dengan pengembangan ekonomi sekitar rute yang dilewati,” tutur Yayat.
“Apakah Jepang misalnya akan mendapat satu kawasan ekonomi khusus di rute yang dilewati, yang khusus dia bisa Kelola sendiri,” ucapnya.
Ia mencontohkan kawasan Walini di Kabupaten Bandung Barat, yang tidak jadi dilintasi kereta cepat padahal sudah ada investor yang mau mengembangkan wilayah itu. Stasiun akhir kereta cepat saat ini hanya sampai Tegalluar, yang wilayahnya juga masih sepi.
Proyek kereta cepat selanjutnya juga tergantung dari political will presiden pengganti Joko Widodo (Jokowi). Lantaran saat ini kondisi keuangan BUMN yang terlibat proyek KCJB juga sedang tidak baik-baik saja, seperti PT KAI dan PT Wijaya Karya.
“Kasihan KAI, itu PR besar BUMN kalau pemerintah punya obsesi besar,” ucapnya.
Sumber : Kompas.tv
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.