JAKARTA, KOMPAS.TV- Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akan mewajibkan industri menggunakan scrubber untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek.
Secara sederhana, sistem scrubber bisa dibilang sebagai kumpulan berbagai macam alat kendali polusi udara yang dapat digunakan untuk membuang partikel dan/atau gas dari emisi gas buang industri.
Luhut mengatakan, pemerintah juga akan mengurangi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
"Kita perlu bekerja mulai dari sektor hulu hingga hilir untuk mencapai solusi yang holistik. Untuk langkah awal yang cepat, kami akan melakukan modifikasi cuaca untuk membasahi dan mengurangi polutan di udara," kata Luhut dikutip dari akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan, Jumat (18/8/2023).
Baca Juga: Kadin Khawatir Pengusaha Tolak Wacana WFH demi Kurangi Polusi Udara: Kita Baru Bangkit dari Pandemi
"Sebagai upaya pengendalian emisi, kami akan mewajibkan industri untuk menggunakan "scrubber" dan mengurangi jumlah PLTU Batubara," tambahnya.
Keputusan itu dihasilkan setelah Luhut menggelar rapat bersama kementerian dan lembaga, serta perwakilan daerah Jabodetabek di Jakarta hari ini.
Dalam rapat itu disepakati, cara pengendalian emisi harus berfokus pada 3 sektor yaitu transportasi, industri dan pembangkitan listrik serta lingkungan hidup.
Tindakan lain yang akan diambil pemerintah adalah perluasan dan pengetatan uji emisi kendaraan dan regulasi pembagian jam kerja.
Baca Juga: Sandiaga Uno Ungkap Jokowi Batuk-Batuk Hampir 4 Minggu, Kata Dokter Faktor Udara Tak Sehat
"Akan kami sampaikan kepada para perusahaan agar dapat mengurangi tingkat kemacetan yang menyebabkan peningkatan polutan di jalan," tutur Luhut.
"Kami juga akan terus mendorong penggunaan transportasi publik dengan meningkatkan kapasitas transportasi publik pada jam sibuk dan mengkaji pemberian insentif lebih bagi para penggunanya agar mereka termotivasi untuk beralih dari kendaraan pribadi," sambungnya.
Yanv tidak kalah penting, lanjut Luhut, adalah dorongan untuk percepatan elektrifikasi kendaraan. Ia lantas mengutip data WHO yang menyebutkan bahwa polusi udara memicu 6,7 juta kematian prematur setiap tahun.
Menurutnya, dampak polusi udara memang jarang dirasakan secara langsung. Namun dampak buruknya akan secara jangka panjang memicu penurunan kualitas kesehatan masyarakat, kualitas hidup, hingga meningkatkan beban kas negara.
Baca Juga: Pemprov DKI Terapkan WFH-WFO Mulai September, Pengamat: Bukan Solusi Masalah Polusi Udara
Luhut bilang, partikel polutan PM 2,5, yang berukuran 2,5 mikrometer adalah yang menjadi penyebab salah satu dari 10 penyakit besar yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menghabiskan anggaran negara hingga Rp10 triliun.
"Saya berharap kerjasama semua pihak mampu menciptakan dampak nyata dalam penanganan kualitas udara, Bukan hanya untuk hari ini atau esok, tapi untuk anak cucu kita di masa depan," tandasnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.