DENPASAR, KOMPAS.TV- Pemerintah akan membangun Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di Bali. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dengan adanya terminal LNG di Bali ini maka gas alam cair milik Indonesia akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Sehingga secara bertahap tidak lagi mengekspor LNG atau gas alam cair.
“Iya (tidak diekspor), LNG Bali itu kita dukung dengan Pak Darmo (Dirut PT PLN) nanti kita kolaborasikan antara PLN dengan Pelindo membuat di sana,” kata Luhut di Denpasar, Bali, Selasa (25/7/2023).
Ia menjelaskan, dengan keberadaan Terminal LNG di Bali, ditambah keseluruhan yang ada Indonesia, maka gas alam yang dimiliki negara ini tergolong cukup. Luhut memperkirakan pada tahun 2032, Indonesia akan kelebihan gas alam cair.
Kelebihan ini akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri sebagai prioritasnya, karena selama ini yang terjadi justru dilakukan ekspor LNG namun akhirnya negara mengimpor LPG.
"Kita bikin saja semua di dalam negeri, kan nilai tambah itu, jadi lapangan kerja buat rakyat juga bertambah dan harganya bisa ditekan,” ujar Luhut.
Baca Juga: Eksponen Partai Golkar Minta Munaslub Digelar Bulan Ini dan Dorong Luhut Gantikan Airlangga
Mengutip dari laman resmi Kemenko Marves, terminal LNG di Bali rencananya akan dibangun di wilayah perairan Serangan/Sidakarya dan Pelabuhan Benoa. Rencana pembangunan terminal LNG ini dilakukan dalam upaya mendukung penggunaan energi bersih dan untuk mencapai program net zero emission di tahun 2060.
Pada kondisi normal, kebutuhan listrik di Bali mencapai 1.100 megawatt dan diperkirakan pertumbuhan tenaga listrik Bali tahun 2045 sebesar 24 TWh, sehingga LNG akan menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat Bali.
Beberapa kajian telah dilakukan oleh Pemprov Bali terkait rencana lokasi pembangunan LNG di Sidakarya. Namun masih diperlukan analisa yang komprehensif terutama terkait sustainable quality tourism, ekosistem mangrove, aspek keamanan dan keselamatan pelayaran, serta efisiensi biaya.
Terminal LNG nantinya akan dibangun di lepas pantai Bali melalui perbaikan konfigurasi midstream offshore dengan mempertimbangkan kelestarian mangrove maupun keindahan area wisata. Alasan lain yang mendasari adalah tidak akan mengganggu lalu lintas kapal dan biaya pembangunan lebih efisien.
Baca Juga: Anggota Komisi VII DPR Sebut Ahok akan Jadi Dirut Pertamina, Begini Respon Nicke Widyawati
Sebelumnya, Luhut mengatakan Indonesia akan menghentikan ekspor LNG. Namun kepastiannya masih menunggu rapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Luhut mengatakan penghentian ekspor akan diberlakukan bagi kontrak-kontrak yang telah selesai.
“Ya nanti kalau kontrak-kontrak yang sudah selesai, kita tidak perpanjang, tapi nanti tunggu rapat dengan Presiden,” kata Luhut di Jakarta pada Senin (24/7).
Ia mengungkapkan, penghentian ekspor LNG dilakukan agar gas yang ada di dalam negeri bisa diolah terlebih dahulu. Namun, ia memastikan pemerintah tetap menghormati kontrak-kontrak yang telah diteken sehingga larangan ekspor hanya berlaku bagi kontrak baru.
“Jadi ini semua gas kita yang bisa kita downstreaming di industri kenapa musti diekspor? Kan kita selama ini ekspor LNG, kita impor lagi LPG, kenapa nggak kita buat dalam negeri? Tapi kita akan menghormati semua kontrak yang ada. Tapi, selesai expired kontrak itu tidak ada kontrak baru lagi seperti itu,” tuturnya.
Baca Juga: Ditelepon Erick Thohir, Bos Pertamina Ungkap Penyebab Stok LPG 3 Kg Langka
Luhut pun tidak bisa memastikan kapan rencana penghentian ekspor dilakukan. Pasalnya, kontrak jual beli gas memiliki tenor waktu yang berbeda. Ia hanya menegaskan bahwa pemerintah fokus untuk mendorong hilirisasi di semua sektor, termasuk gas.
“Ya kita enggak tahu kontrak-kontrak nya itu macam macam. Tapi yang ada sekarang semua kita bikin downstreaming industri karena itu value added-nya (nilai tambah) buat negeri ini,” ucapnya.
Rencana pengehentian gas alam cair ini juga agar pemerintah bisa menggunakan pasokan gas alam untuk kebutuhan domestik. Saat ini kebutuhan dalam negeri tinggi untuk produksi metanol hingga petrokimia, tapi pasokannya masih diimpor. Oleh karena itu, pemerintah tengah mendorong terbangunnya industri petrokimia di Kalimantan Utara (Kaltara).
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.