JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai risiko menjadikan APBN sebagai jaminan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), akan sangat besar.
Karena, kata Tauhid, APBN akan digunakan apabila ada biaya tambahan atau utang terkait proyek tersebut.
"Yang pertama ya, dari segi jaminan APBN, itu dimaksudkan agar sepanjang kerja sama ini ketika ada cost (biaya) tambahan lagi, bukan hanya tadi disebutkan Rp9 triliun, tapi dalam masa kerja sama itu apa pun yang terjadi kalau misalnya di luar bisnis itu terjadi kenaikan utang maka APBN harus mengganti," jelasnya dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Jumat (14/4/2023).
"Jadi bukan hanya Rp9 triliun dalam proses ini tapi ke depannya itu harus perlu jaminan."
Menurutnya, China meminta jaminan APBN karena kerja sama business to business atau B2B dinilai tidak terlalu bagus, tingkat balik modal lama, dan bunganya tinggi.
Tauhid berharap proyek ini dikembalikan ke skema B2B dan bisa dimaksimalkan sehingga dapat berjalan efektif dan sukses.
"Menurut saya kita memang harus mengembalikan lagi B2B tetapi harus memaksimalkan potensi bagaimana peningkatan kita agar B2B ini berjalan efektif dan sukses," lanjutnya.
"Saya kira itu yang menjadi risiko. Memang risikonya nanti pemerintah, ketika ada kerugian seperti ini, dampaknya adalah setiap tahun akan memberikan PMN (Penyertaan Modal Negara) dan itu luar biasa."
"Menambah defisit dan sebagainya, bukan hanya angka Rp9 triliun ini. Maka risikonya akan lebih besar," ujarnya.
Baca Juga: Rampung 86 Persen, Luhut Sebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan Diresmikan Agustus Mendatang!
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.