YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Alun-Alun Kidul atau Alun-Alun Selatan Yogyakarta menjadi salah satu tempat favorit untuk ngabuburit dan berbuka puasa bersama di Yogyakarta.
Mendung tebal menghiasi sebagian wilayah Kota Yogyakarta sore itu, Selasa (5/4/2022), termasuk di kawasan Alun-Alun Selatan.
Awan hitam yang menutupi pancaran sinar matahari itu, tak mampu menghalangi keinginan puluhan bahkan ratusan orang mendatangi tempat itu.
Di sekeliling area alun-alun, ratusan kendaraan terparkir rapi. Sementara, pemiliknya tersebar di sejumlah titik di tempat itu.
Para pengunjung yang didominasi oleh anak muda, duduk beralas rumput alun-alun. Beberapa terlihat bercanda bersama rekan-rekannya.
Sementara para pengunjung lain terlihat berdiri di beberapa titik di sekitar pedagang-pedagang kuliner di situ. Mereka rela mengantre untuk membeli makanan berbuka puasa.
Baca Juga: Aktivitas Sandiaga Uno di Awal Puasa: Ziarah, Ngabuburit dan Nonton Film
Di tengah alun-alun, tepat di antara dua pohon beringin besar, seorang perempuan berhijab asyik merekam suasana sore itu dengan kameranya.
Beberapa orang lain fokus berolahraga dengan berlari kecil mengelilingi alun-alun, seperti tak peduli dengan suasana di sekitarnya.
Sore perlahan beranjak menjemput senja. Tapi, awan gelap yang sejak tadi berkumpul di langit, seperti enggan meninggalkan tempatnya beristirahat.
“Hari ini agak lumayan karena tidak hujan, kemarin waktu awal puasa, pembelinya sepi karena hujan,” kata seorang pedagang kuliner di sisi timur alun-alun sambil menyiapkan minuman pesanan pembeli.
“Tapi ini sudah mulai mendung lagi,” lanjutnya.
Belum juga minuman yang dipesan oleh pembeli selesai dibuat, suara sirene terdengar sangat jelas. Sirene itu merupakan tanda waktu berbuka puasa.
Suara sirene itu berasal dari atas Plengkung Gading yang hanya terletak sekitar 100 meter arah selatan kawasan Alun-Alun Selatan.
“Duh, gauknya (sirene) sudah bunyi. Sabar ya, Mas. Ini tinggal diblender,” kata ibu pedagang itu.
Mengutip laman Kemdikbud, menara sirine yang ada di Plengkung Gading tersebut didirikan bersamaan dengan sirine yang terdapat di Pasar Beringharjo dan beberapa tempat lainnya.
Sirine itu didirikan tahun 1930, dan dulunya berfungsi sebagai alat peringatan dini tanda bahaya udara.
Pengoperasian sirene ini di bawah pengawasan LBD (Lucht Bescherming Dienst).
Saat terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sirene itu identik dengan dimulainya pelaksanaan serangan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan laskar dalam kota “hantu maut”.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.