JAKARTA, KOMPAS.TV - Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve memangkas suku bunga 50 basis poin ke 1%-1,25%, Selasa (03/03/2020). Manuver paling esktrem dalam 12 tahun ini sebagai respons, meningkatnya risiko ekonomi sebagai imbas wabah Corona.
Ini merupakan pemotongan bunga level darurat pertama yang tidak terjadwal sejak tahun 2008, dan juga merupakan penurunan bunga satu kali terbesar sejak kejatuhan Lehman Brothers.
Sebenarnya, Bank Indonesia selangkah lebih maju. Sebelum The Fed menggunting bunga, otoritas moneter ini sudah meracik jamu pahit dan manis, untuk menstabilkan rupiah. Salah satunya intervensi pasar lewat cadangan devisa.
Bank Indonesia (BI) melakukan 5 kebijakan lanjutan untuk memperkuat atau menstabilkan nilai tukar rupiah selama wabah virus corona atau Covid-19 masih melanda di sejumlah negara termasuk Indonesia.
"Langkah kebijakan lanjutan dilakukan BI, dalam rangka memperkuat koordinasi yang telah diambil sebelumnya, BI mengambil langkah beberapa lanjutan termasuk dalam memitigasi Covid-19. Ada lima kebijakan lanjutan," katanya Gubernur BI, Perry Warjiyo, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Meningkatkan intervensi, Bank Indonesia akan meningkatkan intensitas intervensi di pasar agar nilai tukar rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar.
Untuk itu, Bank Indonesia akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar Domestic Non Delivery Forward (DNDF), pasar spot, dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah.
Menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM), Valas Bank sentral juga akan menurunkan GWM valuta asing (valas) bank umum konvensional dan syariah, dari semula 8 persen menjadi 4 persen. Kebijakan ini berlaku mulai 16 Maret 2020.
Penurunan rasio GWM alas tersebut, lanjut Perry, akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar 3,2 miliar dollar AS dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.