JAKARTA, KOMPAS.TV - Konsultan pajak yang bekerja sama dengan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo, diduga melarikan diri ke luar negeri.
Konsultan pajak tersebut diduga menjadi nominee bagi Rafael Alun. Adapun nominee merupakan modus yang biasa dilakukan pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nominee bekerja untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana.
Hal itu dibenarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Ya kami mendengar pengaduan masyarakat mengenai hal tersebut,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (6/3/2023).
“Berdasarkan data yang ada kami menduga ada mantan pegawai pajak yang bekerja pada konsultan tersebut,” ujarnya.
PPATK mengendus adanya peran professional money laundrer (PML) atau pencuci uang profesional yang digunakan oleh Rafael Alun, untuk menyembunyikan harta kekayaannya.
Baca Juga: Tegaskan PBNU Tak Pernah Perintahkan Boikot Pajak, Jusuf Hamka: kalau Orang per Orang, di Luar NU
Sebelumnya, PPATK juga sudah memblokir rekening konsultan pajak tersebut dan beberapa pihak terkait lainnya.
“Iya ada pemblokiran terhadap konsultan pajak yang diduga sebagai nominee RAT serta beberapa pihak terkait lainnya,” ujar Ivan pada akhir pekan lalu.
Ia membeberkan, ada transaksi keuangan yang cukup besar dan intense yang dilakukan oleh nominee. Namun Ivan belum bisa mengungkap besara transaksinya.
Rafael Alun Trisambodo diketahui memiliki harta kekayaan "resmi" sebesar Rp56 miliar yang dilaporkan dalam LHKPN ke KPK. Jika benar Rafael menggunakan nominee untuk melakukan pencucian uang dan menyembunyikan hartanya, maka jumlah kekayaannya jauh lebih besar dari yang ada di LHKPN.
Mengutip pemberitaan Kompas TV, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, ada transaksi keuangan mencurigakan di rekening milik Rafael Alun Trisambodo, pejabat Ditjen Pajak yang anaknya menjadi tersangka penganiayaan.
Baca Juga: Geng di Ditjen Pajak Punya Pola Sangat Canggih untuk Samarkan Harta Kekayaan, KPK Bakal Bongkar
Transaksi mencurigakan itu juga sudah dikirim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2012.
"Ya biar diaudit laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK. Itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012 tentang transaksi keuangannya yang agak aneh, tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti. Jadi itu saja biar sekarang dibuka oleh KPK begitu," tutur Mahfud di Jakarta, seperti yang dilaporkan Tim Liputan Kompas TV, Thifal Solesa dan Sultoni, Jumat (24/2/2023).
Mahfud mengatakan, tindakan Kemenkeu yang mencopot Rafael dari jabatannya untuk diperiksa sudah tepat. Langkah itu sebagai sebagai penerapan hukum administrasi.
"Iya itu hukum administrasi, bukan hukum pidana. Hukum administrasinya sudah betul," ujar Mahfud.
Sumber : Kompas.com, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.