YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Komunitas Kretek berpendapat rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 25 Tahun 2022 tentang Penyusunan Program Pemerintah adalah usulan dari Kementerian Kesehatan kepada Presiden Joko Widodo, Selasa (27/12/2022).
Juru Bicara Komunitas Kretek Jibal Windiaz menyebut isu pelarangan penjualan rokok eceran baru sebatas usulan dan belum diterapkan.
"Isu rokok ketengan dilarang ini adalah pembohongan publik, tidak terjadi dan baru sebatas usul belaka," tegas Jibal dalam keterangan tertulis.
Ia menjelaskan, Keppres yang dikeluarkan oleh Jokowi menyebut ada rancangan revisi PP yang di dalamnya memuat usulan pelarangan rokok ketengan.
Baca Juga: Survei CHED ITB: Pedagang Untung Sampai 30 Persen Jika Jual Rokok Eceran
Jibal berpendapat hal tersebut tak bisa disalahartikan bahwa Presiden Jokowi melarang penjualan rokok ketengan. Ia mengeklaim aturan tersebut banyak ditolak termasuk oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
"Pembahasan revisi PP 109 sebagai dasar kebijakan belum tentu terwujud. Apalagi para pemangku kepentingan kretek juga bersepakat untuk menolak itu. Karena itu, berita yang beredar belakangan ini adalah tidak benar," jelasnya.
"Selain tidak benar, ini juga harus jadi pembelajaran terhadap media besar untuk tidak menerima informasi secara mentah. Akibatnya, berita yang kini tersebar ternyata hanya kebohongan dan harus menjadi tanggung jawab media besar," lanjutnya.
Baca Juga: Emak-Emak Pusing Cukai Rokok Naik, Tapi Bapak-Bapak Santai: Rejeki Mah Ada Aja
Jibal menilai upaya untuk menurunkan prevalensi perokok di bawah umur yang jadi dalih dorongan pelarangan penjualan rokok secara eceran tak tepat sasaran.
Selain anak-anak di bawah umur tetap bisa mengakses dengan membeli rokok bungkusan, penegakan aturan penjualan adalah solusi terbaik dari permasalahan ini.
"Untuk mengurangi prevalensi perokok di bawah umur pemerintah hanya perlu tegas dalam penegakan aturan yang sudah ada, tak perlu sampai revisi aturan atau buat aturan baru. Aturan lama saja belum optimal, lebih baik ditegakkan," tutup Jibal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.