JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan untuk menganggarkan bantuan kepada para pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang kini marak terjadi di Indonesia.
Hingga September 2022, sudah lebih dari 10.000 pekerja yang menjadi korban PHK.
"Kami akan melihat instrumen mana yang bisa dibantu dan siapa yang harus dibantu, apakah korporasi-nya atau buruh-nya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN KITA, Kamis (24/11/2022).
Jika nanti rencana itu direalisasikan, Kemenkeu akan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Yakni Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Begitu juga dengan sarana penyaluran bantuan. Pemerintah akan mempertimbangkan apakah bantuan berasal dari Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Buruh Jabar Minta UMP Naik 12 Persen, Pengusaha 6 Persen, Ridwan Kamil: Intinya Naik
"Kalau dalam korporasinya kita sudah pernah menggunakan PPh 25 yang mungkin ditunda atau diperkecil. Hal-hal itu yang nanti akan kita deployed lagi. Jadi kita akan melihat berdasarkan siapa yang mau ditargetkan, korporasinya atau dari sisi pekerjanya," jelas Sri Mulyani.
Ia menambahkan, fenomena badai PHK antara lain terjadi karena pengendalian permintaan ekspor, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki, dari beberapa negara maju dengan kenaikan suku bunga acuan yang agresif.
"Sampai Oktober memang ada tekanan terutama untuk TPT, kalau alas kaki relatif masih cukup baik. TPT terlihat mulai ada tekanan terhadap beberapa korporasi, ini yang akan kita waspadai dengan langkah-langkah apa yang harus disiapkan," tutur Sri Mulyani.
"Kami lihat ini dampaknya terhadap ekspor bukan hanya di Indonesia, tetapi di Vietnam dan Bangladesh," tambahnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.