JAKARTA, KOMPAS.TV - Pertambangan menjadi sektor usaha yang telah lama menjadi penyumbang perekonomian negara.
Sejak era Orde Baru, pemerintahan Presiden Soeharto sudah memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya alam mineral dan batu bara (minerba), dengan kontrak karya hingga puluhan tahun, baik itu oleh perusahaan milik negara, swasta nasional maupun swasta asing.
Dikutip dari laman Badan Pusat Staristik (BPS), definisi pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di bawah permukaan air.
Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batu bara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak dan bijih mangan.
Baca Juga: Pimpinan Komisi III DPR Minta Kapolri Ungkap Dugaan Mafia Tambang yang Melibatkan Pati Polri
Dalam perjalanannya, sektor pertambangan juga mengalami pasang surut. Sebelum pandemi, harga komoditas pertambangan sempat menurun.
Namun dalam dua tahun terakhir, saat pandemi disusul Perang Rusia-Ukraina, harga komoditas tambang kembali meningkat.
Pada tahun 2021, tercatat pemasukan negara dari sektor minerba mencapai Rp124,4 triliun. Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Sementara hingga September 2022, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat PNBP dari sektor minerba mencapai Rp130 triliun.
Pertambangan juga jadi salah satu sektor penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar, yakni sebesar Rp472,87 triliun (10,48 persen) pada kuartal I 2022.
Sektor ini juga menyerap banyak tenaga kerja. Kementerian ESDM mencatat pada tahun 2021, terdapat 23.857 orang tenaga kerja Indonesia di industri minerba dan 3.121 tenaga kerja asing.
Baca Juga: JATAM: Keterlibatan Polisi dalam Pusaran Tambang Ilegal, dari Pengawal hingga Pemodal
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.