JAKARTA, KOMPAS.TV - Panitia Khusus (Pansus) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menemukan beban APBN per September 2022 mencapai Rp47,78 triliun. Hal ini merupakan pembayaran bunga obligasi rekap BLBI.
"Pansus BLBI DPD RI meminta Pemerintah c.q Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan untuk menampilkan informasi mengenai kode surat berharga negara yang berkaitan dengan BLBI sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” kata Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti, dalam siaran pers yang diterima, Rabu (12/10/2022).
Adapun temuan beban APBN tersebut, ungkap La Nyalla, merupakan satu dari sembilan rekomendasi DPD RI atas kasus BLBI.
Sebanyak 9 rekomendasi tersebut tertuang dalam Keputusan DPD RI Nomor 18/DPD RI/I/2022-2023 tentang Rekomendasi atas Hasil Pelaksanaan Tugas Pansus BLBI.
Rekomendasi ini ditandatangani oleh Ketua DPD, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti, dan tiga Wakil Ketua yakni Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan B. Najamudin.
Baca Juga: Punya Utang Rp5,3 T, Aset Trijono Gondokusumo Kembali Disita Satgas BLBI
Pada rekomendasi keduanya, Pansus BLBI DPD RI juga menemukan adanya ketidakwajaran (irregularity) dalam proses penjualan aset BCA dari BPPN kepada pembeli baru.
Bahkan, Pansus BLBI DPD RI menemukan adanya ketidakwajaran saat BCA dikelola oleh tim kuasa direksi yang ditunjuk oleh Pemerintah. Hal ini masuk pada rekomendasi ketiga.
“Keempat, Pansus BLBI DPD RI menyatakan hasil temuan audit BPK mengenai temuan BLBI belum ada tindak lanjut oleh pemerintah yang diduga adanya indikasi tindak pidana korupsi,” ungkap La Nyalla.
Rekomendasi Kelima, tutur dia, menyatakan atas kerja Tim Satgas BLBI bentukan pemerintah yang akan selesai pada akhir 2023, untuk melakukan penagihan terhadap pihak perbankan atas penunggakan kewajibannya.
"Karena itu, diperlukan peningkatan kewenangan yang diberikan untuk melakukan langkah-langkah yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk dapat menuntaskan pengembalian utang perbankan tersebut," jelas dia.
La Nyalla mengungkapkan, untuk rekomendasi keenam, Pimpinan DPD RI telah diminta Pansus BLBI untuk membentuk Pansus Baru dalam rangka menindaklanjuti hasil kerja Pansus BLBI DPD RI yang belum tuntas dan berakhir pada 8 Oktober 2022.
"Rekomendasi Ketujuh, Pansus baru perlu berkoordinasi dengan peran Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, dan lain-lain untuk menindaklanjuti penuntasan kasus BLBI," jelas dia.
Lebih lanjut La Nyalla menjelaskan, untuk rekomendasi kedelapan, yakni dibuat Pansus BLBI DPD berdasarkan hasil pembahasan dan penelaahan yang dilakukan Pansus BLBI DPD RI melalui Rapat Pleno, Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat, Rapat Dengar Pendapat Umum dan Focus Group Discussion (FGD) serta Rapat Konsultasi dengan BPK RI yang berlangsung sejak masa kerja Pansus sebagaimana hasil Sidang Paripurna ke-6 Masa Sidang II Tahun Sidang 2021-2022 tanggal 11 Januari 2022.
Baca Juga: Pansus BLBI DPD Desak Jokowi Setop Pembayaran Subsidi Bunga Obligasi Jelang 16 Agustus 2022
Rekomendasi terakhir, La Nyalla menegaskan rekomendasi Pansus BLBI DPD RI terhadap Penuntasan Kasus BLBI disusun sebagai bentuk pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPD RI terhadap akuntabilitas keuangan Negara.
“Harapannya dengan Rekomendasi DPD RI ini, penuntasan kasus BLBI oleh Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara atas BLBI dapat semakin terlaksana secara akuntabel dan profesional,” tandas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.